Minggu, 16 Desember 2012

Percikan

Selama ini tak kusangka senyummu berarti
Mungkin itu karena ku telah terbiasa dengan segala yang kau beri
Dari mulai terdengar kokokan ayam sampai terbenamnya mentari
Ruhmu bersemayam dan tak sadar terus menyelimuti

Sampai tibalah suatu ketika langkahmu menjauh pergi
Ingin sekali kuhisap jejak-jejakmu agar tetap di sini
Apa daya jika memang aku harus menanti kau kembali
Telah kusiapkan satu hati untuk kemudian kau isi



_16 Desember 2012
FAL

Sabtu, 15 Desember 2012

Mendung vs Hujan

Selamanya kita mungkin bisa dapat menyimpan perasaan. Menggantungkan sikap dan keputusan kita selayaknya langit mendung yang entah kapan dinaungi hujan. Lalu apakah mendung atau hujankah yang lebih baik serta banyak berkahnya? Kenapa saya harus bertanya?

Mendung itu merupakan gejala alam ketika awan "menyimpan" gas-gas hasil penguapan serta sudah terlihat lelah membawa gas-gas tersebut. Wajarlah jika ia lalu terombang-ambing diterpa angin, mengikuti arah yang tak tentu sehingga gelaplah daerah yang dilaluinya. Gelap. Seumpama rahasia hati yang penuh misteri dan hanya mampu bergemuruh sepi, sendiri. Sekeliling daerah yang dilalui awan terlihat seperti biasa saja, tapi sedikit samar. Hawa sekitarlah yang mampu menjelaskan keanehan yang tak terbaca kelima indera. Terkesan  baik-baik saja, padahal berhawa berbeda.

Keganjilan hawa akhirnya tak selamanya tanpa jawab. Jawaban satu-satunya yang melegakan adalah keteduhan hujan. Hujan mampu "menguraikan" serta "mengungkapkan" segala yang terlihat samar. Walaupun sering pula pengungkapan itu diiringin caci maki benci. Namun, itulah bentuk "pengembalian". Kembali menuju cahaya terang, bersiap untuk menyuburkan tanaman-tanaman yang kering. Dengan atau tanpa pelangi hujan memberi kesan indah penuh sensasi. Membasahi debu-debu di jalan dan mengalirkan segala jenis kotoran. Meskipun sesekali petir dan gemuruh bersahutan, tak begitu lama ia akan berhenti. Di satu titik akan kembali menjadi normal, seperti sedia kala, tanpa ada yang tersembunyi. 

Antara mendung dan hujan, manakah cerminanmu?


_Fitri Apriliani Lestari
16 Desember 2012, Today is Holiday

Surat (Syair) Kebencian

Terima kasih telah buatku tersesat dalam isyarat.
Atas segala bujuk rayumu yang kuanggap matra hebat.
Dibumbui sapaan lembut, senyum manis, serta tatapan hangat,
ditambah pula perhatian penuh rasa sayang nan bersahabat.

Berapa lama baru kutersadar bahwa itu hanya dusta tersirat
Setelah kau abaikanku saat ku semakin jauh terjerat,
Menjauh dariku seolah aku virus yang menyebar cepat.

Lalu kini ku coba berdiri bertahan walau terasa berat
dan lihatlah nanti di suatu saat,
Firasatku dulu dengan mudah menjadi tepat,
kemudian kau akan datang kembali padaku merapat
Sayangnya, di hatiku tiada lagi tempat
untuk orang yang terlanjur kusebut pengkhianat.
Itulah tanda perasaanku padamu telah tersumbat.
Mungkin oleh amarah, benci, dan dendam kesumat!


dibuat saat hati dipenuhi cinta
_Fitri Apriliani Lestari, 15 Desember 2012

Minggu, 09 Desember 2012

Surat Pengakuan Baik-Baik Saja

Aku berjanji tidak lagi mengganggu harimu yang letih
Mungkin penting sekali untuk kutegaskan bahwa jangan-jangan kau salah mengerti
aaahh.. jika ku tahu semua akan menjadi begini, lebih baik kusimpan kejujuran itu sendiri
Jangan kau bergegas pergi karena tak dapat memberiku sedikit rasa simpati
Sungguh, aku tidak berharap menjadikanmu sesuatu yang kumiliki
Tidak kemarin, sekarang, atau pun kemudian hari
Buanglah rasa bersalahmu karena sungguh aku tidak bersedih
Aku bukan perempuan peminta-minta hati
Yang gampang menyerah tanpa mengenal kata mandiri

Seandainya  kehadiranmu menyengsarakanku, itu semua tlah kunikmati
Kuakui bahwa engkau bukan hanya sepenggalah kisah tanpa arti
Tetapi, ingatlah aku telah siapkan langkah-langkah kaki
Untuk menapaki berjuta derap mencapai mimpi

...
Bersama dia yang selama ini tidak pernah kucari
Namun, datang ke dalam sukmaku dengan pasti,
dia yang mencintaiku dan karena itulah aku mencintanya tanpa henti

Saat kau rapatkan pintumu bagiku pun, aku tak pernah peduli,
kecuali jika memang kaulah jelmaan dia yang memegang sebuah kunci hati
dan aku hanya dapat tertawa karena itu tidak mungkin terjadi.
Jadi, mohon kau dengarlah, bahwa hatiku tidak pernah tersakiti
dengan atau tanpa dirimu di sisi.
Bisakah kau cerna ungkapan jujurku satu kali ini?


_kepadamu yang dulu pernah kusuka
izinkan aku untuk jadi temanmu saja_

10 Desember 2012. Senin
oleh Fitri Apriliani Lestari


Surat Cinta Celaka

Tanggal 9 Desember pukul 10.25 PM (bertepatan dgn petandingan derby manchester yg dimenangkan MU)

Hari ini, di saat orang menggaung-gaungkan gerakan anti korupsi
atau di waktu yang sama pula mengagung-agungkan kemenangan tim sepakbolanya
aku hanya ingin membicara-bicarakan tentang kamu: tempat segala cinta berlabuh.

Kenapa begitu?
Karena aku menghindari kesamaan, dapat pula dikatakan mementahkan momentum yang diambil orang kebanyakan. Ya, aku ingin berbeda, sebagaimana aku dapat mencintaimu dengan berbeda atau sebutlah istimewa. Sampai kapan pun kau tak akan menyadarinya, menyadari aku mencintaimu karena sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang membuatku jadi berbeda pula. Perbedaan yang terlalu mampu memusnahkan logika dan menghanguskan makna berbagai kata. Entah dari mana aku dapat menyimpulkan bahwa ini memanglah sebuah cinta. 

Biarlah aku tiada cakap menyerukan anti korupsi
Namun, aku telah mampu mengajari hati untuk selalu jujur terhadap diri sendiri: jujur dalam mencintaimu
Biarlah aku tiada sanggup bersorak atas segala kemenangan 
Namun, aku telah terbiasa mengalahkan ego untuk meraih cintamu dengan perjuangan.

_inilah aku yang tiada bosan mencintaimu walau letih dan sedih_


091212
Fitri Apriliani Lestari 

Sabtu, 01 Desember 2012

Menulis (lagi)

Saya memang bukan penulis profesional. Akan tetapi, saya sangat menggemari tulisan dan bercita-cita punya tulisan mandiri. Jika tulisan saya yang tercecer dari beberapa tahun lalu disatukan, mungkin sekarang sudah jadi beberapa jilid buku (tentu saja harus diedit plus-plus dulu sebelumnya, hahai). Menulis itu sebaiknya memang tidak ada tuntutan macam-macam. Kenapa? Ya karena dengan begitu akan memudahkan kita untuk menulis dan tidak menjadikan aktivitas "menulis" sebagai beban. Oleh karena itu, untuk jadi penulis kayaknya harus punya ke-PEDE-an yang tinggi. Menulislah sesuai kemampuan kita, seenaknya kita menyampaikan ide, tanpa harus mengingat rambu-rambu penulisan. Bagi saya inti menulis itu cuma butuh satu sikap, yaitu jujur, selebihnya akan ngikut nantinya. 

Kok saya agak sok tahu tingkat dewa gini ya? Ah, tidak masalah, yang penting saya selalu menikmati tulisan saya seburuk apa pun itu. Ciri-ciri menikmati tulisan sendiri adalah ketika kita baca ulang tulisan kita di kemudian hari, terdengar sayup-sayup hati kecil berkata, "Kok gue bisa nulis kayak begini yah?", atau jika yang kita tulis sebuah karya sastrawi (puisi sih kebanyakan), hati kecil kita akan berkata, "Ini maksudnya apaan siy, kok gue yang bikin aja ga ngerti. Beneran nih, puisi ini gue yang nulis?"

Nah, jadi nulis aja deh dulu dengan kejujuran, resapi tiap huruf yang berbaris rapi membentuk bangunan-bangunan kalimat serta paragraf. Menulislah maka kita ada. Menulislah untuk menciptakan jejak-jejak sejarah hidup kita, walau itu sederhana. 



oleh Fitri Apriliani Lestari
Alumni Prodi Indonesia UI 
yang sekarang hanya karyawan biasa penggemar sastra
_2 Desember 2012

Ketika Kembali

Ternyata...
menjauh darimu tidak memerlukan banyak waktu
pikirku dapat bertahan sejenak untuk menjaga jarak,
malah kudapati hatiku kian menjadi retak.
Mimpi-mimpi, impian, serta harap
lama kelamaan semakin hilang menguap,
seiring adanya diriku di sini menetap.

Segala kehampaan jiwa bukan tanpa sebab
tidakkah kau tahu hanya ada satu jawab,
yaitu: engkau!
Tubuhmu yang tak lagi dapat kudekap
Harum aromamu yang semakin sulit kuhisap
Teduh matamu yang jauhlah 'tuk kutatap

Aku ingin kembali,
telah kusiapkan segenap kekuatan untuk berlari
memeluk erat dirimu dan tak rela kulepas lagi
Aku tahu segalanya itu penuh konsekuensi
karena akulah yang pertama bergegas pergi
lalu sekarang aku pula yang merengek 'tuk kembali
meski kau hujaniku dengan umpatan kecewa serta caci maki,
senyuman sinis, dan juga sejumput rasa benci,
yakinlah aku tetap setia di hadapanmu menanti,
menanti untaian kata yang kau ucap dengan hati-hati
: "Dirimu pergi memang untuk kembali karena akulah yang kau cintai."


2 Desember 2012
_bukan tentang siapa

Aku = Pilihanmu

Pasti kamu menyangka aku berubah ya?
Setelah terbawa emosi sesaat untuk menjauh darimu serta dengan keras kepala berjanji sanggup bertahan tanpa dirimu, lalu sekarang apa?

Tiba-tiba.. menjauh sebentar saja darimu, satu per satu bagianku menghilang.
Dalam beberapa hari aku terbakar, segera ingin berlari seolah dikebiri oleh kenyataan yang jauh dari mimpi.
Sebulan setelah itu, aku merasa mulai terbiasa dan segala hal dapat kuhadapi sempurna.
Bulan berikutnya tantangan semakin tak ternikmati, mencoba sekuat hati berdiri walau jiwaku habis tanpa isi.
Ya, aku bertahan dengan tambalan-tambalan hati yang aku pun tiada dapat mengerti
Mungkin inilah buah dari pengharapan atau azab dari kekecewaan?
Mulailah aku kian tersesat dengan berbagai arti.
Haruskah kutampung sementara semua hasrat agar mampu memperhatikanmu di sini dengan cermat
atau lebih baik kuberlari meluapkan hasrat terdalam 'tuk menggapaimu sampai dapat?

Katakan, apa yang kaupilihkan untukku, "'Bertahanlah,' atau 'Kembalilah'"?


2 Desember 2012
_ini bukan tentang siapa

Senin, 26 November 2012

Surat Penyerahan

Yang Tersayang
kamu, si perusak hatiku


Sekian banyak hari telah kulewati bersamamu. Tawa renyah, tangis riuh terekam dalam kebersamaan kita. Surat-surat darimu yang menanyakan keadaanku pun masih tersimpan rapi di laci meja kerjaku. Semua. Semua tentang dirimu tak kan pernah tersilap olehku. 

Selama ini aku pikir dirimu jatuh cinta. Jatuh cinta kepadaku. 

Apa daya, ternyata aku hanya tong sampah kesendirianmu sampai tiba kebersamaanmu dengan yang lain. Ya, dengan yang lain. Bukan denganku. Oleh karena itu, telah habislah ruang untukmu membuang sampah di tong-ku. Kini, petugas kebersihan bergegas mengangkut sampah beserta tongnya (karena telah lusuh) ke tempat pembungan akhir. Selayaknya tong yang tiada daya, maka dia pun menyerah.


aku,


_26 November 2012

Minggu, 25 November 2012

Apalah Arti Sebuah Mimpi

Mimpi sebenarnya berarti apa?
Apa memang benar bunga tidur?
Jadi, intinya segala hal yang kita harapkan tervisualisasikan lewat mimpi, begitu?

Saya sama sekali tidak dapat memahami ke arah mana arti sebuah mimpi. Alasannya jelas, karena saya bukanlah seorang penafsir mimpi. Namun, selama ini mimpi seolah-olah dijadikan pertanda, rujukan, dan jalan keluar. Lalu tiba-tiba ada profesi baru, yaitu "peramal" atau sebutlah "cenayang" dalam hal mimpi. Hati-hati, mungkin kita termasuk orang yang berprofesi sama. Ya, walau mungkin hanya meramal mimpi kita masing-masing.

Bagi saya, mimpi yang akan menjadi kebenaran hanya mimpi para Rasul. Rasul terhandal serta termahir menafsirkan mimpi, cukup Nabi Yusuf. Alangkah lucunya jika saat ini masih terjebak dengan ungkapan-ungkapan terkait mimpi, salah satunya, "Kalau mimpi solat berarti sebentar lagi meninggal". Waduh, hebat banget kesesatan dari tafsiran mimpi tersebut. Masih banyak lagi ungkapan kuno serta menyesatkan terkait tafsir atau arti sebuah mimpi.

Ada pula (katanya) penelitian terbaru yang lebih logis serta ilmiah. Mimpi diartikan sebagai perwujudan perasaan yang tidak tersampaikan. Perasaan itu banyak macam: kangen, cinta, rindu, pengen ketemu, tak sabar berjumpa, *lholholho, sama aja ini semua*. Terhadap (yang katanya) penelitian terbaru tersebut, saya juga tidak percaya. Saya pun sering memimpikan banyak orang yang tidak saya kangeni. Seringkali ketika bangun tidur saya cuma heran, lagi ga mikirin orang itu, orang itu, dan yang itu, kenapa bisa ada di mimpi saya?

Berarti mimpi itu dari manakah berasal? 

_biarkan tanya menggantung di udara

Senin, 26 November 2012

Jumat, 16 November 2012

Rabu, 14 November 2012

SURAT PENGUNDURAN DIRI

Saya menuliskan surat ini tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap Anda. Begitu banyak pembelajaran yang saya dapatkan selama saya berinteraksi dengan Anda. Akan tetapi, saya rasa cukup sampai detik ini saja. Biarlah hubungan kerja sama kita diakhiri secepatnya karena saya harus bergegas pergi. Pergi untuk menegoisasikan hubungan bilateral lain yang lebih istimewa. Tidak, tidak. Bukan karena  menginginkan permata yang tidak Anda berikan dalam kerja sama kita. Bukan pula karena tahta bertaburan kuasa yang pihak lain tawarkan kepada saya.

Beribu alasan mana pun mungkin tiada dapat membuat Anda mengerti. Saya hanya ingin mengakhiri kehidupan lama saya. Saya ingin meggantinya dengan kenyamanan hingga akhir masa. Jadi, tolong jangan hubungi saya lagi. Carilah rekan kerja Anda yang setia. Setia menjadi "budak" Anda.

From: mantan temanmu
To: kemalasan

_15 November 2012/ 1 Muharram 1434 H_

Selasa, 23 Oktober 2012

Amanah Kita


Bismillah…

Karena amanah ini amatlah berat
Sedangkan pertalian kita ternyata sekarat
Di luar pun banyak kata-kata mengumpat
Seolah ingin menghabisi kita dengan cepat
Sungguh kita bicara saja dalam forum, merapat
Agar segalanya jelas dan dapat kembali bergerak lebih semangat
Janganlah lupa tegur-menegur bernasihat
Karena kebersamaan itulah yang membuat kita kuat
Satu yang harus selalu diingat:
Hanya kepada Allah kita berbai’at
Semoga selamat dunia hingga akhirat

Ya, karena amanah ini memang berat





~di waktu fajar 24 okt’12, saat terbayang adik-adik dan teman-teman ROHis

Jumat, 14 September 2012

Cahaya yang Dicoba Padamkan (oleh mereka)

Salah satu media mengabarkan fitnah secara terang-terangan tentang Islam. Lantas, reaksi apa yang mereka inginkan dari kami, umat Islam? 

Ini bukan kali pertama pengabaran ngawur media terhadap Islam. Sudah kesekian kali hal yang sama terjadi. Bukan rahasia memang jika musuh Islam bertebaran di muka bumi. Mereka pun sepertinya sudah dapat menebak reaksi umat Islam: penuh kobaran amarah. Umat Islam mana yang tidak teriris hatinya ketika difitnah oleh sekelompok orang yang  mengaku Islam, tapi sekaligus membencinya. Astaghfirullah.

Saya senantiasa refleksi lagi dan lagi untuk berpanjang reaksi terhadap hal ini. Kasus yang baru saja tersiar secara spesifik memfitnah lembaga keislaman sekolah (RoHIS) sebagai tempat pembentukan teroris muda. Reaksi dari saya? 

Islam disangka teroris itu bukan makanan baru di penjuru dunia. Akan tetapi, kali ini terlampau berlebihan karena membawa label yang pasti ada di setiap sekolah. Sedih sebenarnya. Sekolah atau pendidikan di Indonesia (khususnya sekolah negeri) sampai saat ini belum sukses membentuk pribadi yang jujur, apa sebabnya? Hal ini disebabkan oleh pemisahan nilai antara kognitif dan akhlak. Oleh karena itu, perlu adanya asupan seimbang yang diwadahi oleh Rohis. Namun sekarang apa yang terjadi? Lembaga itu pun dikerdilkan, contoh mudahnya adalah SMA saya. 

Aah, terlalu panjang jika bercakap mengenai SMA itu. Hilang selera saya. 


~hampir tengah malam, 14 Sept'12
Fitri Apriliani Lestari

Kamis, 13 September 2012

Sepenggalah Wisuda

Seminggu berlalu setelah resmi diwisuda. Lalu menyisakan apa ya momen wisuda itu bagi saya? Entah. 

Saya tidak merasa wisuda seminggu yang lalu sebagai momentum kebahagiaan. Banyak hal yang mendasari ketidakbahagiaan saya. Hal pertama adalah anggota keluarga yang datang sedikit, hanya papa dan kakak sulung. Jika mama bisa ikut aja, mungkin akan berbeda kadar ketidakbahagiaan saya. Selain cuma datang bertiga, ketika sampai di UI pun mepet banget sama jam salat Jumat, sedangkan pukul 13 wisudawan sudah harus baris. Otomatis ga bisa keliling UI buat foto-foto bertiga.

Hal kedua masih berhubungan dengan hal pertama. Sejauh mata memandang orang bertumpuk-tumpuk gitu, lho. Ada yang menyertakan pacar, adik, kakek-nenek, dan mertua mungkin, banyak deh orangnya. Lalu apakah saya iri? Tentu, tapi saya lebih merasa pusing dibandingkan ngiri. Saya memang tipe orang yang suka pening dalam keramaian, sudah ada studi kasus atau pengalaman tentang hal itu. Jadi, tidak bisa terlalu lama dalam tumpukan massa ketika wisuda.

Yang paling membuat saya sedih adalah tidak dapat berkumpul bareng adik-adik alumni SMA yang ternyata  sudah menunggu lama. Nah, kalo yang ini berhubungan dengan hal kedua. Saya sudah berusaha mencari di manakah mereka kumpul, tapi saya keburu pusing duluan. Sedih. Padahal semenjak gladi resik wisuda mereka berencana ketumuan sama saya juga, hiks..hiks..

Wisuda bagi saya hanyalah sebuah ritual ribet yang bisa menyenangkan. Sayangnya,saat itu saya lebih merasa banyak ribet dibandingkan senangnya. No problem, someday we can create the moment again, insya Allah.

Gladi Resik Wisuda, 6 September 2012 @balairung UI Depok

Ethical Training

Perfeksionis, disiplin, dan jutek. Itu kesan yang terlihat dari sosok sang ibu "empunya" Departemen 1 perusahaan kami. Ilmu beliau memang dahsyat, tidak diragukan. Dari sekian puluh guru atau pun pembimbing studi yang pernah saya temui, beliaulah yang paling luar biasa ketat sekaligus kejam peraturannya. Wajar memang jika saya merasa kuliah "farmasi aplikatif" dengan bobot 6 sks selama training departemen 1 ini. Para senior pun mengatakan dari segala training yang ada di perusahaan, memang training paling berat adalah training dengan "si ibu" tersebut.

Quotes pertama dari beliau yang saya suka adalah begini kira-kira; Kalian harus belajar dengan sungguh-sungguh. Pelajaran yang saya berikan dalam training ini tidak saya dapatkan dalam kuliah saya bertahun-tahun, jangan disia-siakan. Semua lulusan farmasi belum tentu mengerti apa yang saya terangkan dalam training ini. 

Begitulah ungkapan beliau dalam training hari pertama di sesi pagi. Jika mendengar langsung intonasi suara beliau, pasti lebih kerasa kejutekan dan kesombongannya. Akan tetapi, bagi saya beliau itu inspiratif. Kenapa? Karena beliau mampu dengan lantang berkata, "Kita bisa"!

Siapakah beliau?

~continue then

Selasa, 11 September 2012

New Home

Kantor saya memang di Jalan Limo No. 40, Senayan, Jak-Sel. Akan tetapi, keseharian saya di outlet. Gambar di bawah ini adalah unsur terpenting yang harus ada di outlet. That's my home (second home).





Pasti banyak yang kaget, bertanya-tanya, dengan kata pertama, "Kenapa?". Apabila ada orang yang mendapatkan jawaban saya atas pertanyaan tersebut, siapa yang tahu bahwa jawaban saya itu sungguh-sungguh?

Bukan saatnya lagi mempertanyakan, mengasihani, atau apa pun yang berhubungan dengan penyesalan.  Berupaya sebaik-baiknya dan berdoa seikhlas-ikhlasnya, itu saja. Biarlah takdir Allah yang menjawab apa yang terjadi kemudian: sesuatu yang saya yakini jauh lebih saya dambakan dari segala penilaian orang saat ini.

Saya tetaplah saya, apa pun profesi yang saya jalani.
Dan saya selalu jadi penyair cinta bagi dia... (yeah, I have new poem for him, always)

Siapa

Beberapa tahun silam,
dengan mengendap-endap kuberharap langkah kita utuh berpadu.
Tiada benci, marah, dan ragu,
meskipun kita semua tahu bahwa waktu akan cepat berlalu.

"Semoga kawan, perubahan hanya membawa kita pada kebaikan",
Dirimu, tetaplah seperti itu, seperti dulu.
Janganlah terburu meninggalkan jejak-jejak,
yang telah menjadikanmu baru.

dan...
dalam ketidaksadaran,
seiring putaran hari yang berjalan
hanya satu sosok yang mengalami perubahan,
yaitu: aku!

Kalian, antara sadar atau mungkin tak peduli,
atau sesuatu lain yang tak dimengerti,
berlari melesat bersama mimpi.
Meninggalkan endapan yang hanya terbaca oleh hati.

Senin, 27 Agustus 2012

Lintasan Sore Hari

Lagi, jemu itu dihantarkan melalui sebaris melodi
Terus-menerus sepi menusuk kekakuan sanubari
Kemudian luka mengalun di antara kekosongan-kekosongan hati

Di mana nuansa yang pernah membuat diri berarti?
Yang kullihat hanya potongan wajah sedih sendiri.

5.42 PM


Khutbah terdengar dari atas udara gereja
Menjalar hingga sampai di tempat kukerja
Entah apa yang disampaikan sang pendeta
Hanya suara seorang bapak tua yang tak tereja
Kini kuterduduk malas di belakang meja
Melonjorkan kaki karena bingung harus berbuat apa
Mungkin hingga malam, ku hanya akan bermesraan dengan kata
Ya, dengan kata kuhidupi hariku yang hampa
5.55 PM


ketika senja tiba membawa malam pada 26 Agustus 2012
~FAL

Sabtu, 25 Agustus 2012

It's All about Dream

Film Perahu Kertas mengingatkanku tentang sebongkah mimpi.

Menohok bagiku karena sang tokoh utama diceritakan seorang mahasiswa fakultas Sastra dengan mimpi gilanya. Mimpi itu harus dia kubur karena terbentur realitas. Sampai suatu saat dia bertemu dengan seseorang yang dapat mengembalikan kepercayaannya untuk mewujudkan mimpi gila itu. 

“Tidak semua orang dapat menjadikan hobi sebagai profesi.”

“Antara putus asa dan realistis memang berbeda tipis.”

Mimpi yang terbentur realitas. Hal itu yang sedang aku alami. Meninggalkan (sementara) passion dalam diri yang kusebut mimpi, untuk menjelajahi sebuah realitas. Bedanya aku dengan sang tokoh utama dalam Perahu Kertas adalah dia sudah menemukan orang yang dapat menyalakan api mimpinya, sedangkan aku belum. Akan tetapi, aku tidak perlu menunggu dukungan dari orang lain karena cinta akan membuatku kembali, kembali pada mimpi, mimpi yang sesungguhnnya.

Mimpi yang kutemukan dari orang-orang hebat yang terdapat di gambar di bawah ini dan seorang dosen lagi yang belum terambil kamera. Thank you for coming in my life.

 
Tanggal 4 Juli 2012, di Ruang 6101 FIB UI                         




Lantas, di saat  aku tertatih menjelajahi realitas, siapakah yang 'kan menyalakan api mimpiku itu? Takdir pasti akan menjawabnya nanti. Namun, sekarang aku tak peduli.



26 Agustus 2012, 
Fitri Apriliani Lestari
 

Kamis, 23 Agustus 2012

Mungkin Harapan

Kau datang ke rumahku tanpa bunga-bunga
Berbekal keberanian dan pinjaman motor tetangga
Kau ungkapkan lamaran kepada ayah bunda

Usia muda tak menjadikanmu putus asa
Demi mewujudkan niat suci nan mulia
Harta melimpah serta rumah mewah memang belum kau punya
Tetapi kutahu bahwa cintamu istimewa

: bukan sekadar cinta yang diperjuangkan Rama dan Sinta
  atau seperti cinta dramatis Remeo- Julia
Bagiku tak berguna pula iri dengan Galih dan Ratna
   yang telah menjalin cinta dari SMA

Karena cintamu itu adalah sebentuk cinta berbeda
Cinta yang tak sebatas untaian perhiasan dunia,
dengan harapan akan terus kita bawa hingga ke surga


22 Agustus 2012 ~FAL

Bukan Curhatan

Ya, Kamu..
Yang selalu mengaku mencintaiku selalu

Kapan kau datang mengetuk pintu rumahku?
bersilaturrahim kepada ayah-ibu
menyampaikan lamaran beserta meminta restu
agar akad nikah segera kita tuju.

Memang belumlah lama kita bertemu
Namun, bukankah hati kita telah menyatu?
Adakah beberapa hal dariku yang membuatmu ragu?

Janganlah karena mahar kau menjadi malu
Tentang rizki hanya Allah Yang Maha Tahu
Tegakah kau membuatku lebih lama menunggu
terdiam selayaknya beberapa waktu lalu
Sungguh, jika kau masih saja tergagu
...
Relakan aku membuka lembaran baru
serta mengubur dalam-dalam janjimu yang palsu



22 Agustus 2012, ~FAL

Tentang Pencarian Nafkah (sesi inti)

Masih haruskah mengedepankan idealistis dengan segenap egoistis dalam meraih rizki Allah?
Akankah berlaku hitung-hitungan akal dalam mengatur titian takdir Yang Maha Kuasa?

...
Suatu sore pada tanggal 13 Juli 2012, hari Jumat tepatnya saat itu, saya lesu sekali keluar dari sebuah mal di wilayah Jakarta Barat. Lesu bukan karena kecapean mengelilingi mal yang besar itu, bukan, melainkan hanya karena sebongkah kekecewaan. Kekecewaan yang berhasil mengubur harapan saya untuk sesegera mungkin dapat bekerja. Hari itu adalah hari pertama saya mengikuti job fair. Dari sanalah saya menyadari bahwa pekerjaan yang ditawarkan dalam job fair hampir 100% membuat saya ogah banget berstatus sebagai karyawan. Tidak heran dari puluhan perusahaan yang membuka lowongan, hanya satu saja yang saya singgahi. SATU saja dengan posisi yang umum, bahkan perusahaannya pun tidak bergerak dalam dunia yang saya ingini. 

Lantas, apakah saya menduga ternyata SATU perusahaan beserta posisi itulah yang saya geluti sampai saat  ini (hampir sebulan lamanya)? Sungguh, saya tidak menduga sejauh itu. Untuk mencapai waktu tiga minggu di perusahaan ini saja saya harus menjalani proses pendewasaan yang tidak mudah. Lebih tepatnya dikatakan proses pengikhlasan dan pengorbanan. 

...
Semenjak mengikuti job fair dan berakhir dengan kekecewaan. Saya mengandalkan pencarian kerja melalui situs lowongan kerja di internet. Tentu saja dengan lingkup spesifikasi yang saya inginkan. Empat sampai lima perusahaan dengan posisi yang diidam-idamkan saya kirimi CV beserta surat lamaran dengan format yang sudah tersedia. Beberapa hari setelah saya kirimkan CV, ponsel saya mendadak banyak panggilan dari nomor tak dikenal, tentu untuk wawancara, tes, dan sebagainya. Betapa bahagianya mengatahui bahwa perusahaan yang pertama kali merespon CV saya adalah perusahaan yang menawarkan posisi sebagai content writer. Perusahaan itu terletak di wilayah sibuk, Senayan. Akan tetapi, setelah saya mengkroscek lebih lanjut, ternyata sudah banyak kasus penipuan yang dialami calon pelamar kerja di perusahan itu. Alhasil, saya pun membatalkan niat untuk mendatangi kantor tersebut, maklum masih cari aman. 

Ada pula perusahaan yang bergerak di bidang periklanan yang menjadi fokus saya setelah melupakan posisi content writer. Perusahaan itu cukup terkenal sehingga saya tidak terlalu memikirkan posisi yang sesuai dengan harapan "idealis". Saya semakin tertantang dengan proses penerimaan final perusahaan tersebut yang tidak mudah. Tes psikotesnya saja sangat menguras pikiran, tangan, ketelitian, dan kecepatan. Mantaplah, Plan A saya adalah perusahaan periklanan tersebut. Namun, setelah seminggu psikotes, panggilan lanjutan tak lagi ada, sedangkan perusahaan SATU temuan dari job fair kian serius. Sangat serius.

Saya kemudian pesimistis diterima di perusahaan periklanan itu. Jadi, saya segera menyiapkan berkas-berkas untuk finalisasi di perusahaan SATU temuan dari job fair, dapatlah dikatakan setengah hati. Akan tetapi, tubuh  ini terlalu busuk untuk sekadar teronggok di dalam rumah. Bismillah.. sebagai batu loncatan pertama saja. Tepat tanggal 31 Juli 2012, dengan membawa berkas lengkap finalisasi, sekitar pukul setengah lima sore, kontrak kerja pun saya tanda tangani. Apakah saya sadar saat itu? Tentu saja sadar, hanya saja saya tidak merasa bahagia selayaknya orang yang pertama kali diterima kerja secara profesional. Saya merasa biasa saja. Mungkin karena saya masih menyimpan rapi keidealisan dalam hati saya. 

Beberapa hari bekerja, saya jenuh. Hati saya selalu berontak, begini katanya, "Bete banget ini kerjaan, aku ga sesuai sama pekerjaan ini, sabtu-minggu ga libur, haduuh." Tiba-tiba perusahaan periklanan yang telah dua minggu mendiamkan saya, meminta saya untuk kembali datang untuk wawancara lanjutan. Ahaa.. senangnya. Ini nih memang jatah saya. Saya berpikir plan A masih dapat terlaksana.

...
Namun, Allah menginginkan lain.
Saya harus menjinakkan keegoisan saya, memberi kelapangan kepada jiwa untuk mengenal arti IKHLAS.
Sampai akhirnya saya tahu bahwa yang saya ikhlaskan dan yang saya korbankan hanyalah sebuah keidealisan yang harus berubah menjadi kebermanfaatan. Proses pendewasaan ini ternyata belumlah seberapa, jadi Allah ingin saya belajar lebih, BELAJAR lebih. 


~Fitri Apriliani Lestari

Minggu, 19 Agustus 2012

TENTANG PENCARIAN NAFKAH (prolog)

Saya masih teringat pernyataan seorang teman kampus beberapa pekan sebelum saya ujian skripsi (baca: sidang). Dia berkata begini kira-kira, "Ngapain cepet-cepet lulus kalo belum jelas rencana setelah lulus!"

Pernyataan itu keluar dari mulutnya setelah dia mengajukan pertanyaan tentang rencana saya setelah lulus. Jawaban saya saat itu  memang tidak memuaskan baginya, terlalu tidak jelas mungkin rencana saya. Kalau boleh berkata jujur sih, agak tidak rela cepat-cepat melepas status mahasiswa. Bagaimana tidak, jadi mahasiswa itu enak, penuh mimpi-mimpi indah nan idealis, serta strata yang paling nyaman menurut saya. Akan tetapi, amat egois jika mau berlama-lama menjadi mahasiswa. Dunia realita telah menunggu. Si Kakak yang membiayai ongkos pun telah berkoar-koar supaya saya cepat lulus. 

Teman-teman kuliah bahkan pembimbing skripsi pun menyangka rencana saya pascakampus adalah "langsung" menikah. Lelaki malang mana yang mau menikahi saya saat-saat ini? Itu suara batin saya. Bukan, bukan. Bukan pernikahan yang ada di benak jangka pendek saya setelah menjadi sarjana. Cuma terlintas satu rencana, yaitu KERJA! Belum terpikirkan saat itu pekerjaan macam apa yang saya akan tekuni. Idealnya sih di area perbahasaan, entah itu menjadi guru bahasa (seperti yang dianggap para teman atau adik kelas di SMA), editor, tulis-menulis, atau dunia jurnalistik. Namun, saya merasa dunia kerja itu tidak harus seideal dunia kampus, saya pun membuka peluang untuk belajar dunia yang baru. 

Saya sudah pernah berkecimpung di dunia pendidikan. Walaupun hanya sebagai guru bimbel atau privat, saya setidaknya tahu formula pengajaran yang baik itu seperti apa. Lebih banyak sedihnya jadi pengajar bimbel bahasa Indonesia itu. Sakit hati pokoknya. Visi bimbel dengan visi saya sebagai pendidik bahasa dan kebudayaan Indonesia tidak menyatu. Oleh karena itu, mencoba hal baru adalah pilihan yang lebih baik.

Lalu saat ini.. saya menemukan keluarga baru di tempat kerja dengan segala realita kehidupan yang sederhana dan... begitulah. Sebuah pekerjaan yang tidak pernah saya sangka sebelumnya. Pekerjaan yang kembali mempertemukan saya dengan bidang IPA. 

Cinta itu tak terletak pada kesan pertama karena cinta itu adalah proses. Proses pembelajaran untuk mencintai seikhlas hati.


Senin, 2 Syawal 1433 H

Minggu, 22 Juli 2012

Ada Pelajaran Dalam Setiap Pertemuan

Hari ini, Ahad, 22 Juli 2012, beberapa jam lalu, saya dan kelima teman serta satu senior berkunjung ke rumah salah satu guru ketika SMA. Bahasa kerennya silaturrahim. Sebutlah bukan silaturrahim biasa bagi kami karena dilakukan di awal Ramadhan, selain ada misi khusus (mungkin dapat dikatakan begitu).

Janji berkumpul di depan sebuah SMA Negeri pukul 09.30 dan baru sampai di rumah si Pak guru sekitar pukul 10.30. Hampir tiga setengah jam kami berbincang dengan si Pak guru yang memang aktif berbicara (hihi), tapi tidak ada setengah waktu tersebut membicarakan sebuah misi yang kami bawa. Lagi pula agak garing dan kurang etis jika to the point. Pertama-tama si Pak guru menanyakan rumah kami di mana serta pernyataan-pernyataan ringanlah intinya. Kemudian dilajutkan dengan kabar-kabar para guru di sekolah saya : siapa yang pensiun, siapa yang baru, dan siapa yang lainnya.

Pada awal pembicaraan entah kenapa si teman-teman banyak pasifnya (padahal biasanya..), jadilah kakak senior yang menyetir arah pembicaraan. Pokoknya dari segala pembicaraan itu saya memperhatikan banyak nama yang disebut si Pak guru seolah-olah kami kenal dengan nama tersebut, padahal sih tidak. Isi pembicaraan didominasi oleh sistem pendidikan di Indonesia, birokrasi yang merumitkan, dan sedikit banyak berdampak ke kondisi SMA 78 (uuppss..keceplosan). 

Oia, di rumah si Pak guru juga ada istrinya yang menjelang akhir pertemuan intens bergabung dalam pembicaraan kami. Salah satu yang baru saya ketahui adalah si Pak guru dari suku Sunda dan istrinya dari Betawi. Menurut saya hal itu unik. Apakah uniknya? Sang istri berbicara masih medok sekali Betawinya, sedangkan si Pak guru masih cukup kental dengan kesundaannya. Ini berarti satu sama lain tidak saling mendominasi dan menurut saya itu positif banget.

Langsung saya ringkas saja deh pelajaran yang saya tangkap dari pertemuan tadi:
1. Semakin yakin kalau pada dasarnya orang Indonesia itu senang ngobrol secara langsung (face to face). Hal ini juga menandakan keramahan dan keterbukaan orang Indonesia secara umum.
2. Patut digarisbawahi ternyata tidak hanya perempuan yang senang cerita ngarul-ngidul, laki-laki pun juga senang. 
3. Pendidikan di Indonesia sudah terbukti kronis, bahkan gurunya sendiri memilih cepat-cepat pensiun karena pusing memikirkan pendidikan kedepannya.
4. Orangtua itu tetaplah orangtua, sekejam-kejamnya kita menilai mereka, sebenarnya itu bentuk perhatian mereka yang mungkin tidak terterima dengan baik oleh kita. 
5. Jadi guru itu banyak berkahnya karena ilmu jika dibagi tidak akan habis, malah makin bertambah. Kemudian, kita tidak akan menyangka beberapa tahun kemudian murid-murid yang kita diajarkan sudah menjadi "orang". *(Sayangnya, saya tidak mau sekadar menjadi seorang guru, saya mau memiliki sekaligus berkuasa di sekolah, hihi).
6. Pernikahan Sunda-Betawi unik kok... tapi bagi saya kurang menantang, abis kedeketan kalo cuma mudik ke Jawa Barat. *haduuuh (tetep, ngarep lelaki seberang pulau,hoho)

~perjalanan dengan Budi, Ghun, K Fadil, Anun, Lili, dan Dayoh ke rumah Pak O Haswari di wilayah Srengseng.

LELAKI ITU


Lelaki itu…
Seorang lelaki yang sering saya jumpai di dalam mimpi. Entah, kenapa harus dia? Apakah masih terlalu dalam lukaku saat beberapa tahun lalu dia “mempermainkan” hatiku sehingga mimpi itu merupakan perwujudan dari benci… ataukah… rindu? Ya, kenapa harus dia?

Lelaki itu…
Dengan penuh perhatian dia menanyakan sejumlah kabar berita saat kutak mampu melangkahkan kaki ke tempat menimba ilmu. Setiap hari, sepanjang malam, pembicaraan melalui SMS kita lakukan. Kata-kata motivasi, pernyataan penuh hikmah dia sampaikan pula melalui SMS. Aku semakin tidak mengerti dan tidak sadar dengan perasaanku terhadap lelaki itu. Lalu, munculah pertanyaan dalam hati kecilku, apakah dia menyampaikan bentuk perhatian kepada semua teman peremuannya? Jika memang iya, berarti tiada yang spesial dari SMS lelaki itu bagiku. Akan tetapi, jika tidak, mungkinkah dia menaruh perasaan kepadaku? Aahh.. aku sangsi terhadap perasaannya.

Lelaki itu..
Aneh. Jika saling berhadapan langsung tidak pernah salah satu dari kami berani membuka pembicaraan selayaknya saat SMS. Apa-apaan ini semua. Aku pun semakin tidak mengerti. Begitu seringnya kami bercakap-cakap dari urusan umum sampai urusan khusus sampai aku sangat hapal pukul berapa dia akan meng-SMS-ku. Kami tidak pernah saling mengakui hubungan apa yang kami bangun, tapi menurutku hanya sebatas teman saja. Oh.. bukan, dia selalu menamai dirinya adalah sahabat atau saudaraku.  Itu saja. Namun, hatiku ada rasa terhadapnya—rasa yang berbeda—saat   itu.

Lelaki itu…
Kurasa merasakan hal yang sama terhadapku. Sayangnya, dia tak mengungkapkannya. Betulkah? Begitu percaya diri aku ini menganggap lelaki itu mempunyai sejumput rasa cinta untukku. Ya, hanya sejumput cinta yang dia ragukan. Mungkin. Tidak pasti dan sampai kapan pun tidak akan kuketahui kebenarannya, kecuali jika dia ternyata jodohku suatu hari nanti. Seandainya dia jodohku sekalipun, mungkin saja dia tidak ingat puluhan malam yang dia habiskan untuk berbincang denganku melalui SMS, saat itu.

Lelaki itu…
Dia berhasil menjadi lelaki pertama yang menggegerkan hatiku dan lelaki pertama yang menyibukkanku untuk membangunkannya salat sebelum waktu subuh. Harus kuakui, aku tidak bangga terhadap itu semua, bahkan sebaliknya, aku merasa malu. Kemudian, pembicaraan kami semakin jarang, entah siapa yang menghentikan, akhirnya pun tiada lagi pembicaraan antara kami. Seolah tiada kenangan apa pun yang membekas. Ya, memang seharusnya tidak ada bekas apa pun juga karena saat ini kami masih berteman. Teman biasa.

Lelaki itu..
Aku yakin dia kini sudah bahagia dengan dunianya. Syukurlah, dia mampu menyimpan pembicaraan lama kami sehingga tak perlu diketahui siapa pun. Aku pun demikian. Sampai suatu ketika, dia menyatakan sesuatu yang menyiratkan pembenaran perasaannya terhadap diriku. Hal itu setelah sekian lama permbicaraan SMS kami terhenti. Namun, sudahlah, toh itu sudah berlangsung cukup lama dari hari ini. Aku yakin, jalan kami berbeda dan tidak saling mempertemukan kedua hati. Dia pun telah sibuk dan bahagia dengan dunianya.  

Lelaki itu..
Kenapa dia yang ada di mimpiku saat ku merasa jatuh? Walau harus kuakui rasaku padanya semakin jauh. Lalu, mengapa lelaki itu?

Bertemu denganmu adalah takdir, menjadi temanmu adalah pilihan, bersahabat denganmu adalah kesempatan, tapi menjadi saudaramu adalah kebahagiaan, dan melihatmu bahagia adalah kegembiraan yang tiada bernilai!

 
Untuk lelaki itu:
Jika takdir yang mempertemukan kita, takdir pulalah yang memisahkan kita, dan aku sungguh banyak belajar menjaga hati semenjak pembicaraan denganmu itu, Terima kasih, kawan!

2 Ramadhan 1433 H