Minggu, 12 Februari 2012

Singkat Cerita tentang...Sekolah

Kemarin siang, tepatnya tanggal 11 Februari 2012 pukul 13.00 adalah syuro terakhir BPH FASI 2011. Kesan pertama bagi saya adalah tidak fokus dan "sepi". Saya merasa tidak fokus, tentu kesalahan saya pribadi karena datang terlambat dan harus mengisi materi Club Belajar Muslim pula, walaupun tempatnya sama tetap saja konsentrasinya terpecah. Kenapa saya bilang "sepi"? Selain memang (lagi-lagi) tidak full team, saya merasa tidak layak syuro terakhir seperti kemarin itu, kurang hangat, kurang kekeluargaan, indikator yang paling kerasa adalah (batin saya berujar): "kok ga ada sesuatu yang bisa dimasukkin mulut yaa, entah itu air atau apa pun deh." Sempat agak menyesal tidak membawa apa pun untuk mereka yang hadir lebih awal meskipun tidak ada perjanjian tertulisnya juga siy ya harus bawa. Akan tetapi, perlu ditekankan lagi bahwa itu hanya KESAN PERTAMA.

Setelah ditutup sementara untuk salat Ashar, syuro dilanjutkan kembali walaupun semua agenda wajib telah dibahas. Saya sebagai warga yang baik hanya bisa mengikuti perintah pemimpin saja alias tidak tahu mau ngebahas ape lagi. Ternyata main-mainan bola salju sih katanya, ga ngerti filosofi nama bola salju dari mana, bodo amat jugalah. Inti mainan itu adalah memberi kesan dan pesan terhadap tiap orang dalam syuro dengan media tulisan di kertas yang diputar keliling. Jadi, tiap satu orang akan mendapat kesan dan pesan sejumlah teman yang hadir. Karena yang hadir kemarin 7 orang, berarti saya dapat "penilaian" dan saran dari keenam teman saya. Tiada yang asing dari permainan ini, hanya saja memang saya yang agak nge-blank sehingga tidak maksimal mengungkapkan kesan-pesan untuk teman-teman (maaf yaa..).

Namun, ada hal-hal istimewa yang saya dapatkan ketika permainan selesai. Selain terkaget-kaget membaca tulisan teman-teman tentang saya yang kemudian saya pikir: "emang iya iya saya begitu", saya pun sadar bahwa sudah sekian lama bersama mereka, terutama yang seangkatan dan ditambah lain sekampus. Saya tidak peduli mereka sadar atau tidak, tetapi bagi saya sangat terasa sadarnya. Saya memang harus mengakui ketika SMA tidak sepenuhnya kenal baik dengan mereka, apalagi yang ikhwan dong cooy. Akan tetapi, tidak kenal karakter mereka secara utuh, bukan berarti tidak tahu sama sekali sejarah mereka ketika di SMA. Ketika mengenal lagi mereka setelah menjadi mahasiswa, walau di kampus yang sama sekalipun, tetap saja ada perubahan bahkan di ikhwan lebih luar biasa lagi perubahannya. 

Saya ingin sekali berujar kepada mereka (teman seperjuangan si Rohis dari dulu hingga sekarang): "Apabila teman-teman baru kita di kampus mengenal kita setelah kita  'terbentuk', ternyata setiap di antara kita mulai saling mengenal dari fase-fase saat kita masih 'mencari' diri kita, sampai melakukan perubahan spektakuler yang akhirnya membentuk kita saat ini." Saya masih ingat ketika di SMA ada seorang akhwat yang dari tidak berjilbab serta berargumen keras atau terus mempertanyakan terhadap alasan berjilbab sampai kemudian berjilbab rapi, dan kini sangat luar biasa semangat dan pergerakannya. Di ikhwan yang dulu saya tahu ada yang berkeras keluar dari Rohis karena sesuatu yang tidak dilegalkan, kemudian hatinya dilunakkan untuk tetap bertahan di Rohis, sampai sekarang pun sangat luar biasa pergerakannya dan berkeras dalam memperjuangkan kebenaran. Serta ada pula "pencarian-pencarian" lain yang ditemukan oleh para saudara/i  di SMA.

Itulah mengapa saya selalu menyakini bahwa masa SMA adalah masa terbaik untuk menemukan jati diri. Hal itu penting diingat dalam membimbing adik-adik kita, terlebih dengan segala permasalahan yang lebih menantang daripada masa sekolah kita dulu. Bandel-bandel kita saat SD-SMP memang kebanyakan tidak tahunya dan sekadar asyik-asyikan saja, tidak banyak yang membuat kita berpikir matang, mugkin karena belum waktunya. Beda kasus dengan bandel-bandel kita saat SMA, bandel di masa yang "tanggung" dan mau tidak mau lebih bisa banyak berpikir dan "mencari" tentang jati diri. Ada yang kecewa dengan lingkungan sehingga pasrah tidak melakukan "pencarian", ada yang sudah merasa nyaman dengan kondisinya sehingga tidak perlu berpikir tentang hal yang meresahkan dirinya, ada yang disibukkan dengan kegiatan belajar dan eksul sampai lupa tujuan hidupnya, tetapi ada pun yang dijaga oleh Allah. 

Golongan yang dijaga Allah adalah golongan yang digerakkan hatinya untuk bekerja di jalan-Nya dengan menyebarkan kebaikan, yang sebelumnya golongan itu dibuka dulu hatinya untuk memahami Islam dengan kemasan bernama TARBIYAH. Golongan yang menyakini betul apa yang Allah tulis dalam Qur'an Surat Muhammad ayat 7: Yaa Ayyuhalladzii na aamanuu intanshurullaha yanshurkum wayutsabbit aqdaamakum 'Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu'. Semoga apabila kita termasuk dalam golongan ini kita dapat senantiasa mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan dengan selalu berupaya menjadi jembatan penghubung antara adik-adik kita dengan tarbiyah. Semoga kita bukan termasuk golongan yang mengingkari nikmat-Nya dengan membiarkan adik-adik kita menjadi golongan yang kecewa, dibiarkan merasa nyaman, atau sibuk dengan dunianya semata. Wallahu'alam



*Mencintai kalian karena Allah dan bersyukur masih bersama kalian di jalan kebaikan ini..
Teman-teman... jangan berubah, 
Doakan agar kita tetap selalu dipertemukan di jalan kebaikan dan berkumpul kembali di tempat yang dipenuhi kebaikan yang abadi (syurga)

 

Sabtu, 11 Februari 2012

transisi

Hampir empat tahun sudah menjadi mahasiswa UI dengan beragam pengalaman lain di luar kuliah. Salah satu contohnya adalah menjadi pengurus organisasi di kampus, mulai dari tingkat fakultas sampai universitas (tingkat jurusan cuma sebatas kepanitiaan). Tak terasa memang, tapi tulisan ini bukan untuk membicarakan segala hal yang berkaitan dengan kampus "perjuangan" itu beserta aktivitas saya di dalamnya. Saya hanya ingin mengembalikan memori saya, yang sebenarnya tidak akan hilang, sebelum saya resmi menjadi civitas akademia Universitas Indonesia. Ya, dapat dikatakan saat-saat saya mempersiapkan diri untuk beralih dari siswa SMA menuju mahasiswa. Dapat juga dikatakan bulan-bulan sebelum penentuan kelulusan SMA dan pengumuman penerimaan di PTN.

Kenapa saya tiba-tiba ingin mengembalikan memori itu? 
Mungkin karena saat ini atau katakanlah sesaat lagi saya pun merasakan kembali momen-momen transisi. Bedanya jika dulu transisi dari siswa ke mahasiswa, sekarang dari mahasiswa ke ranah profesional atau sosial atau entahlah. Transisi kali ini sebenarnya tidak sebanding dengan transisi dulu, sangat jauh berbeda. Saya merasakan hal yang lebih berwarna, lebih menantang, dan lebih membuat hati ini berdegub tak karuan. Ditambah lagi berbagai situasi saat ini yang mendukung hati saya menjadi lebih-lebih deg-degan, terutama situasi keluarga di rumah.
Aaaah.. sebenarnya alasan yang paling mendasar dari pentingnya saya menngembalikan memori itu adalah..saya rindu diriku yang dulu. Sedih sesungguhnya apabila semangat saat itu lebih membahana dibandingkan semangat saat ini. Walau tak dapat dipungkiri,
....................................kurindu diriku yang dulu...............................




1.09 AM, ahad 120212