Selasa, 26 November 2013

Kekesalan Menjadi Belakang

Bintang yang satu ini mengakui kekesalannya terhadap saya: Bintang Naura.

"Aku kesel tadi sama ustadzah," begitu Naura berucap setelah fun test Penjaskes pagi tadi.
        Sebenarnya saya sangat mengerti kekesalannya pasti karena dia menjadi pamungkas alias terakhir di barisan. Jika mengingat wajahnya sepanjang pelajaran Penjaskes, sungguh tanpa senyum serta penuh keengganan. Naura memang terkesan pendiam dan mau mengalah. Akan tetapi, seiring perjalanan waktu muncul sikap ingin mendominasi dalam dirinya. Terlebih lagi dia menyadari bahwa kakeknya merupakan jajaran pimpinan atau pembina yayasan.
         Terkaan saya atas kekesalannya benar terjawab setelah saya bertanya, "Naura kesel sama Ustadzah? Kenapa?"
         "Abis aku paling belakangan mulu," polos dia menjawab.
         Sejak awal saya bergabung dengan Kawaakib team, Naura adalah salah satu bintang yang termasuk di kelompok tahsin-tahfidz saya. Dan, dia tidak pernah menjadi yang terakhir. Mungkin itu menjadi sebab munculnya sikap kesal terhadap saya. Saya yakin jika dengan ustadzah lain, Naura tidak bersikap demikian. Hal ini terjadi mungkin karena dia sudah terbiasa dengan saya dan tidak pernah diakhirkan.
         Apapun sikap setiap bintang terhadap saya atau pun pendidik lainnya merupakan bentuk pembelajaran. Mereka dimunculkan berbagai sikap "ajaib" atas izin Allah agar menjadi pengingatan bagi kami. Saya lebih senang menyebutnya sebagai salah satu bentuk tarbiyah Allah.
Wallahu'alam.

@ruang
26 Nov'13_22.04

Senin, 25 November 2013

Bukan Sekadar Frustasi

Frustasi gara-gara si Bintang? Pernahkah?

Beberapa pekan terakhir harus diakui tensi tinggi menghadapi bintang, khususnya di Galaksi Ibrahim. Lumayanlah bikin suara menggelegar dibanding biasanya. Terdapat satu bintang yang memiliki kekurangan fisik, kami menyebutnya ABK (Anak Berkebutuhan Khusus), dia mungkin menjadi salah satu latar belakang kefrustasian itu. Namun, bagi saya bukan bintang tersebut yang membuat pikiran saya berkecamuk. Ada seorang bintang perempuan, di galaksi yang sama, yang sungguh entah mengapa mampu mengiris hati. Dia selalu brutal terhadap sang bintang berkebutuhan khusus yang telah saya sebutkan. Selain sikapnya brutal, ucapannya juga sangat ketus.
        Seharusnya saya sebagai orang dewasa lebih memaklumkan perilaku kekanakan sang bintang ini. Akan tetapi, rasa sedih muncul bertubi setiap mendengar celetukannya yang apa adanya. Ya, apa adanya, walau pedas terdengar telinga.
         Apakah kehidupan modernisasi mengubah cara bicara anak? Yang awalnya lugu malu-malu menjadi bebas tanpa hormat atau yang tadinya serba ingin tahu menjadi merasa sok tahu? Begitukah?
         Sang bintang itu tidak mungkin disalahkan. Saya pun sebatas sedih bukan dendam. Bagaimana tidak sedih jika sang bintang berasal dari keluarga yang mengaji? Bukan dari keluarga yang berbicara seenaknya di jalan-jalan. Ya, itulah tugas para pendidik, salah satunya saya. Enyahkan semua latar belakang masing-masing bintang karena mereka membutuhkan pengarahan yang sama. Ditunjukkan ke arah yang sama dengan metode berbeda, sesuai pemahaman masing-masing.
         Subhanallah , tugas peradaban lebih besar. Bahkan lebih besar dari rasa sedih di hati-hati kita. Allah ingin menunjukkan arti sebuah perjuangan, kesungguhan. Semoga saya termasuk golongan yang tetap gigih berjuang, walau tertatih, bukan termasuk golongan yang tersisih. Doa yang sama pula bagi Anda yang membaca.

@ruang
25 Nov'13_ 21.19

Sabtu, 23 November 2013

Semangat Ala Bintang Kecil

Selamat menuju pekan-pekan memusingkan. Pekan yang dipenuhi penilaian, kata-kata positif ke orangtua, dan lembaran-lembaran lainnya. Ya Allah, belum selesai sampai sana. Setelah itu, konsep pembelajaran yang penuh tabel-tabel akan dijajarkan.
         Subhanallah ya, bintang. Sekuat apapun aku, mungkin tidak bisa menandingi cahaya kalian. Lagipula aku tidak bermaksud untuk bertanding. Aku ingin menikmati cahaya itu, bernaung di bawah terangnya, serta bertafakur sekadar mencari celah untuk bergerak lebih dahsyat. Bergerak bersama indahnya kerlap-kerlip kalian. Semoga Allah memberi waktu yang cukup untuk kuambil hikmah terbaik dari sisi terang-gelap kalian.
Bintang, teriring salam cintaku yang tak terurai hanya karena Allah... insyaAllah

@ruang
24 Nov'13_ 15.00

Dad and My Friends

Entah sudah ketiga atau keempat kalinya saat melewati rumah seorang teman laki-laki seangkatan SMA, papa pasti ada saja pertanyaan. Pertanyaannya pun pernah sekali tidak bisa saya jawab. Tanggapan papa setelah saya jawab dari beberapa kali pertanyaannya juga hampir sama (karena pertanyaannya pun sama). Biasanya setelah tanya jawab mengenai teman laki-laki itu, akhirnya melebar ke teman-teman angkatan SMA lainnya. Tentunya teman perempuan semua. Maklum, teman-teman "selingkaran kecil" saat SMA.
         Ya, dari semua teman SMA, yang papa kenal laki-laki cuma satu, Yoga, yang rumahnya persis di pinggir jalan raya. Itu pun pernah namanya terbolak-balik menjadi Yogo, atau apalah disebutnya saya lupa. Saya sedikit meluruskan papa saya kenal dengan satu laki-laki itu bukan karena sengaja dikhususkan, bukan. Berhubung saya ke tempat lembaga Qur'an melewati rumahnya dan hari itu keluarganya ditimpa musibah, saya pun takziah ke rumah Yoga dan papalah yang nanyain ke orang tentang si Yoga ini. Bahkan, papa pun tidak pernah bertemu langsung dengan si Yoga. Tetapi setiap lewatin rumahnya, tetap ada aja pertanyaan.
         Dengan teman anaknya yang bahkan dia tidak kenal bentuk dan rupanya sekalipun, dia tetap tanyakan. Terlebih lagi dengan teman saya yang selalu muncul serta selalu saya ceritakan berulang kali. Papa sangat tahu betul siapa teman-teman saya, berikut juga rumahnya. Bagaimana tidak tahu jika dari SMA setia mengantar anaknya keliling rumah teman.
         Papa selalu tahu sejak SMA saya seringkali pulang bareng Erni. Pernah sekali ketika banjir papa juga tahu saya menginap di rumah Fika. Sudah mengenal jelas rute rumah Dayoh yang rumit. Papa juga pernah bertemu abinya Shabrina dan mengingat tempat menjemput saya ketika main ke rumah Lili. Luar biasa, nama-nama yang saya sebutkan sudah tidak asing lagi. Bahkan ketika Erni menikah dua pekan lalu, papa pasti ikut jika saja tetangga dekat tidak menjadikannya panitia walimahan anaknya.
         Dari SMA saya tidak bisa menyembunyikan tempat saya mengaji dari papa. Papa serba tahu tentang itu. Dari rumah mentor pertama sampai yang sekarang,papa tahu letak rumahnya. Segigih apapun saya tidak ingin diantar, tetap papa pasti usahakan bisa antar dan akhirnya saya jadi keenakan sendiri. Papa itu memang sosok bapak perfeksionis dan perhatian sejati. Saya senang bisa sering berdiskusi sekaligus jadi "tempat sampah" baginya. Papa tuuhh... All the best that i have.
        

@ruang
24 Nov'13_ 14.29

Kalau Dua atau Tiga Bisa Bersatu

Hidup itu pilihan!

Itu prinsip yang saya banget. Setiap ditampilkan beberapa item apapun, rasanya lebih cenderung mengarah ke satu hal dan tidak acuh dengan hal lainnya. Ya, satu saja. Sebenarnya ingin sekali memperhatikan tidak hanya satu, biar efektif dan lebih "bergerak" banyak. Namun, apa daya, pasti ada saja yang tergadaikan.
         Beberapa contoh yang akhirnya saya pilih satu antara lain, social media, email, blog, bank,bahkan amanah pun demikian. Pertama, socmed, account socmed yang saya bikin lebih dari tiga: facebook, twitter, tumblr, g+, dkk. Lantas, di ponsel hanya twitter yang terpampang. Lewat twitter juga saya lebih sering me-link tulisan dari blog ini. Padahal, friends di FB lebih banyak dan lebih banyak teman "seliweran" juga sih. Jadi, sepi deh kalau mengecek facebook saya. Apalagi socmed yang lain, bahkan ada yang cuma masuk sekali terus tidak niat, bye-bye deh.
         Yang kedua adalah surel atau email. Dari zaman SMA sudah mantap dengan yahoo, tapi karena dirasa perlu lagi yang lebih simpel, akhirnya beralih ke gmail. Hampir berbulan-bulan belum buka lagi email di yahoo. Kalau gmail, sudah terpampang jelas di layar utama ponsel. Email itu berkaitan dengan blog pula, kan. Ketika masih aktif di per-yahoo-an, saya mainannya multiply. Dari banyaknya jumlah teman juga lebih banyak di multiply daripada di sini. Lagi-lagi mencari yang lebih simpel dan terkesan "narik diri".
         Jika ketiga hal yang telah disodorkan adalah dunia maya. Saatnya dunia kenyataan. Memilih bank juga akhirnya berujung satu. Dari awalnya BSM, terus kuliah diharuskan buka BNI, dan saat kuliah BSM tetap jadi tempat penyimpan setia. Kemudian, seusai wisuda sudah tidak memasukkan uang ke BNI, tetap BSM. Sampai tibalah saat kerja yang syaratnya membuka tabungan CIMB Niaga atau BCA. Saya pilihlah Niaga yang ternyata mampu menjerumuskan BSM ke jurang terdalam (lebay). Lagi dan lagi, padahal kebanyakan teman lebih memilih bank syariah. Catatan penting, gaji saya masih tertahan dan insya Allah cairnya melalui Niaga. Alasan lainnya karena sudah terlanjur >_<.
         Nah, hal berikutnya yang saya pilih satu adalah amanah. Amanah juga bagian akhir dari pernyataan saya pagi ini. Sebut saja saya di kampus berkegiatan nonkuliah di forum Islam, lembaga kampus dan sekolah (alumni SMA). Tentu bisa dilakukan bersamaan selagi tidak mengganggu aktivitas kampus. Namun, apa daya, semakin lama saya semakin ditanyain kabarnya oleh rekan kerja di lembaga kampus. Sepertinya, tidak perlu diurai dengan sangat berbagai alasan. Hanya sedikit teman yang saat itu setia aktif di lembaga sekolah.
         Tugas saya yang harus dikejar adalah belajar. Belajar multi-tasking sedikit, perlahan tapi pasti. Sampai sekarang masih mencari cara. Pernah baca di artikel bahwa mengisi TTS dan sudoku salah dua caranya. Wallahu'alam valid atau tidak. Tapi tidak rugi juga, ya, dicoba.



@ruang
24 Nov'13_ 06.45

Minggu, 10 November 2013

Sesosok Teman Berjalan (EK)

Jarak beberapa meter ternyata mampu menyamarkan keyakinan ketika kulihat temanku itu. Keyakinan tentang kebenaran bahwa pengantin itu adalah Erni, teman seperjuanganku. Batin hanya mampu bertanya berkali-kali, "Kok Erni bisa beda banget, benar ga itu dia?" Sementara batinku bertanya-tanya, teman perjalananku, Lili, sibuk komentar mengenai kesantaian Erni walaupun dalam momen pernikahan. Santai, memang ciri khas Erni, banget.
         Setelah prosesi akad selesai, dan pengantin wanita menuju ruangan tamu wanita, dengan jarak tiga-empat langkah pengantin itu memanggil, "Fitriii..". Ahaaa, iya, ternyata dia memang benar-benar Erni Kurniasih. Suaranya dan tingkahnya dari jarak dekat mampu menyakinkanku. Dia tidak berubah bahkan di hari terpentingnya.
         Sepenggalah perkataan Erni beberapa tahun lalu masih kuingat. Saat itu para akhwat alumni sekolah 78 sedang berkumpul, entah tak begitu kuingat jelas tempat dan momennya, tapi mungkin ketika kita baru menyelesaikan SMA. Sedikit saja yang kuingat dari perkataannya, "Jangan berubah, ya." Tiga kata yang kutanggapi dengan dalam. Jangan berubah berarti istiqomah di jalan kebaikan, terus menjadi pribadi yang dikenali sesama kami sebagai ciri khas masing-masing. Seperti itulah dan Erni merupakan teman yang kukenal tidak berubah walau waktu dan kesibukan kami sungguh berjarak beberapa tahun belakangan.
         Erni tetap menjadi sosok santai, cuek, berantakan, tapi pekerja keras. Itulah dia sedari dulu. Jika berbicara, nada suara dan sikapnya kekanakkan. Satu lagi, saat berbicara tangannya pasti bergerak. Dia pernah mengidentifikasikan dirinya memang termasuk tipe kinestetik.    Begitulah dia.
         Aku sangat menyakini bahwa dia istimewa. Di balik penampakan luar yang kekanakkan, ada jiwa dan pemikiran dewasa pada dirinya. Setiap berdiskusi dengan Erni pasti selalu ada solusi, walau kadang nyeleneh, tapi dapat menjadi inspirasi. Tentu sangat beda jika berdiskusi dengan aku yang hasilnya kebanyakan adalah misteri alias penuh teka-teki, bahasa gaulnya, ga jelas. Itulah mengapa aku bergairah jika bicara dengan Erni karena jadi lengkap serta jelas pembahasannya.
         Teman tebenganku sedari SMA itu akhirnya melengkapi separuh diennya hari ini, 10 November 2013. Aku tahu tiada yang berubah dari sikapnya. Dia memiliki warna dan keistimewaan tersendiri, tentu kawanku yang lainnya punya warna serta terang yang berbeda. Untuk Erni, semoga segala kebaikan yang dibangun sejak berjuang sendiri, semakin berlipat ketika bersama suami. Semakin berkah pula kerja keras yang selama ini dijalani. Terakhir, semoga makin rapi yaaah, hehe dan jangan berubah Erni, kecuali menjadi semakin baik.

@ruang
10 Nov'13_ 21.22

Sabtu, 02 November 2013

Sebuah Peristiwa Nyata*

Di sebuah KRL sekitar pukul 21.30, dua orang pemuda dengan wajah tidak ramah naik. Saya ketakutan, tapi hanya mampu kebingungan karena tidak ada satu pun senjata untuk melindungi diri. Dengan pasti saya mengambil Qur'an, membuka, dan membacanya. Kedua orang tersebut mengapit saya. Saya terus saja menatap fokus ke arah ayat-ayat Allah dengan degupan jantung luar biasa.
         Tidak lama, kedua pemuda tersebut pergi kemudian turun begitu saja. Alhamdulillah, tidak ada hal jahat yang mereka lakukan terhadap saya. Sesampai di rumah dan setelah istirahat sejenak, saya melihat berita malam di televisi tentang pembunuhan. Dengan terkaget-kaget saya menyimak berita itu karena ternyata pembunuhan terjadi di KRL yang saya naikin baru saja. 
         Entah atas dasar apa sehingga saya memberanikan diri untuk pergi ke kantor polisi, tempat pembunuh ditahan. Di kantor polisi, kecurigaan saya terjawab setelah melihat pembunuh tersebut. Dua orang pembunuh itu ternyata orang yang sama ketika saya naik KRL yang saya sebut dengan dua pemuda berwajah tak ramah.
         Setelah saya menyapa sedikit dua orang pembunuh itu, saya pun bertanya, "Pak, waktu di KRL itu, kenapa bapak langsung pergi tak lama setelah mendekati saya?"
         Jawaban mengagetkan pun terucap oleh salah seorang pemuda, "Ketika kami mendekati kamu, kami melihat dua pria berbadan besar yang tampak kuat menjaga di kanan dan kiri kamu."
        "Itulah sebab kami langsung menghindar agar tidak mendapat masalah," lanjut pemuda tadi dengan lugu.
         Saya hanya mampu terdiam mendengar pengakuan pembunuh tadi. Keheranan dan takjub memenuhi batin saya. Bagaimana mungkin ada dua pria berbadan besar, padahal saat itu saya naik KRL sendiri. Subhanallah, walhamdulillah.

*Kisah nyata seorang muallaf yang disampaikan oleh Ustadzah Safitry setelah halaqah Qur'an berakhir. Kisah sudah direkonstruksi dengan bahasa saya. Penjagaan Allah itu nyata, subhanallah.

@ruang
10Nov'13_14. 53
oleh Fitri Apriliani Lestari