Rabu, 28 Mei 2014

Sulitkah Untuk Adil?

         Beberapa pekan ini galaksi Musa hanya memiliki saya sebagai pengatur kebijakan tanpa satu pendidik yang harus off sejenak. Para bintang perempuan sudah terbiasa sehari-hari bersama dengan kebijakan dan tata cara "ala" saya dalam peer group. Beda hal dengan para bintang laki-laki yang belum sangat terbiasa. Saya pun menjadi heran, jika menangani para bintang secara keseluruhan ( laki-laki dan perempuan) sikap galak saya lebih terasah.

         Suatu pagi di hari Senin, saya menetapkan kebijakan tegas, terutama terhadap tiga bintang laki-laki. Saat tak berapa lama beberapa bintang laki-laki melakukan pelanggaran kebijakan, otomatis konsekuensi pun langsung saya berlakukan. Reaksi para bintang perempuan, biasa: santai, flat. Hal sebaliknya terjadi di pihak laki-laki. Beberapa dari mereka kaget, mulai menghitung poin masing-masing, siaga atau berhati-hati agar tidak melanggar kebijakan, dan mulai beristighfar meski agak dipaksakan.

         Dalam satu sesi pembelajaran yang mendapat konsekuensi memang hanya pihak laki-laki. Ada beberapa bintang yang sudah mencoba mengerti tentang sebuah konsekuensi, ada yang pura-pura tidak peduli, dan ternyata ada pula dua bintang laki-laki yang kasak kusuk "ngerumpi". Kedua bintang tersebut merasa terdzalimi atas kebijakan yang tidak pernah diberlakukan oleh pendidik peer group mereka. Serpihan pembicaraan mereka terdengar seperti ini:

         "Kalau ada ustadzah X (pendidik peer group laki-laki), pasti kita dibelain deh. Ustadzah Fitri mah, menangin anak-anak perempuan doang, kita ga dibelain."

         Selama kedua bintang itu kasak-kusuk, saya hanya menatap sambil memperhatikan mereka. Akhirnya, setelah "ngerumpi" berdua, salah satu dari mereka buka suara kepada saya dari tempat duduknya.

         "Ustadzah Fitri mah udah ga sayang sama kita lagi," ujar bintang pertama sambil cemberut

        "Iya, sayangnya sama anak perempuan doang," lanjut bintang kedua dengan wajah yang kesal

         Lalu saya menjawab keluhan mereka dengan senyuman simpul saja, tanpa kata. Bingung sekali menjelaskan bahwa tidak ada ketimpangan kasih sayang terhadap mereka, laki-laki atau perempuan. Jika di galaksi Musa yang merasa tidak diperhatikan lebih adalah pihak laki-laki, di galaksi Ibrahim pihak perempuanlah yang pernah mengatakan bahwa saya tidak memperhatikan anak perempuan. Saya pun menyadari sebegitu pekanya perasaan mereka. Mungkin dalam kondisi seperti itulah keadilan itu diuji sejauh mana dia berhasil teraplikasi.

         Cukup banyak pembelajaran atau bahasa kerennya tarbiyah dari Allah yang saya dapatkan melalui bintang-bintang hebat tersebut. Adil bukan semata-mata memperlakukan secara sama, namun memperlakukan SESUAI dengan yang kadar seharusnya. Rumit ya?




NB: salut dengan kejujuran bintang Azka dan bintang Royhan di tengah kasuk-kusuk mereka.



@ruang_Rabu, 28 Mei'14
21.55

Senin, 05 Mei 2014

Saat "bapil" Kembali Beraksi

Mencari pilihan vitamin C yang harus diasup tubuh itu bikin bingung juga. Sedari kemarin, saya melahap hampir empat buah jeruk yang ternyata baru saya ketahui kadungan vitamin C-nya lebih sedikit dibandingkan buah kesukaan saya, pepaya. Apa boleh dikata, sejak penyakit "rutinan" saya (semoga jadi yang terakhir) memuncak di hari Jumat kemarin, saya mulai mencari-cari solusi penyembuhan terbaik. Sebelum pemuncakan terjadi, saya berniat mencegah dengan obat warungan yang saya minum malam Jumat dan berakibat "putus" ke sekolah keesokan harinya. Niatnya mencegah ternyata malah memperparah.

Saat pemuncakan terjadi, yang lebih dominan adalah pilek, namun batuk sudah mulai menggerogoti tajam juga sebenarnya. Saya tanpa pikir panjang minum obat bentuk tablet batuk pilek yang kelas apotek, bukan warung lagi. Tidak. Ya, tidak memberi efek. Hari Sabtu pun tiba dan kondisi saya membaik sedikit, tapi masih sangat bergantung pada tissue dan botol air minum. Beberapa teman dari ranah kesehatan, ada pula dokter, menyarankan vitamin C sebagai solusi.

Dasar saya memang masih apotek oriented, pikiran saya tertuju dengan kapsul botolan yang berlabel vitamin C. Saya masih ingat ketika masih bekerja di apotek, saya cukup rutin minum vitamin C botolan macam itu. Saat bapil parah saat itu , saya minum ehinacea plus vitamin C berjudul Imbo*s* bentuk effervescence dan ajaibnya bapil memulih tanpa tunggu hitungan hari. Ajaib ya, mungkin karena harganya wooow juga kali ditambah satu bulan menjelang expired date. Bayangkan, isi 10 tablet di atas seratus ribu harganya, subhanallah aja, memang antara terpaksa dan naluri ingin coba saat itu.

Sampai detik ini saya masih menimbang apakah memang harus beli vitamin C botolan untuk pemulihan atau ke pilihan vitacimin C lain. Yang pasti untuk obat saya jauhi dulu karena saya jenuh mengulang alur sakit "rutinan" ini. Obat itu bukan penyembuh, hanya pemulih sementara terutama bagi saya dengan bapil ini. Saya sudah cukup menghitung berapa kali ke dokter untuk berobat dan mengalami daur ulang yang sama setiap 3 bulan. Saya merasa ada yang harus dibenahi dari sistem imun saya yang tidak bisa dibungkam dengan obat. Drug is not solution anymore for me.

Saya tidak boleh kalah dengan kesakitan ini. Ketidaksabaran untuk sembuh juga mempercepat saya untuk menyerah kembali kepada obat. Pekerjaan sebagai pendidik sekaligus pengajar pun mau tidak mau ada masanya untuk stress. Apa jadinya jika dalam beberapa bulan sakit ini kambuhan lagi saat stress tiba-tiba mendera. Yup, mulai latih kesabaran dengan tekun hidup sehat dengan asupan gizi seimbang. Segala sesuatu yang instan efeknya cenderung mudah hilang, biarkan dulu proses hidup sehat berjalan untuk kini dan nanti.

Muslim yang kuat lebih dicintai Allah dan Rasul dibandingkan muslim yang lemah.

It's fruity time!!!  :")

@ruang, Monday night
05 Mei'14_ 21.15