Jumat, 25 Juli 2014

Ketulusan

Baru saja saya mendapat broadcast via grup WA tentang kegigihan para saksi untuk kemenangan presiden nomor urut 1. Mereka datang dari berbagai provinsi di nusantara, yang awalnya hanya bertugas menyampaikan dokumen terkait hasil pemungutan suara di daerah mereka, ternyata harus berjuang menangani kecurangan selama berhari-hari.

         Bagi saya perjuangan mereka luar biasa, begitu tampak komitmen serta pengorbanan mereka. Seolah-olah perang sudah di depan mata dan tiada lagi alasan untuk mundur. Walaupun, ini memang sebenar-benar perang secara "ideologi kekuasaan". Ketika di 10 malam terakhir Ramadhan, saya dan sebagian teman berenak-enakan ber-i'tikaf, mereka BEKERJA. Ketika sebagian besar rekan telah pulang kampung berkumpul dengan keluarga, mereka tetap BEKERJA. Saya kehilangan bahasa untuk semangat mereka. Tadinya saya pikir yang saat ini sedang berjuang sangat keras hanya saudara-saudari di Gaza, nyatanya saudara-saudari di tanah air pun sedang berjuang keras dalam ranah yang berbeda dengan tujuan yang in sya Allah sama.

         Masya Allah...

         Mereka yang berjuang di tanah air ini, belum mencapai perjuangan sekelas saudara-saudari di Gaza. Jika perjuangan mereka berhasil pun, mereka hanya tetap menjadi rakyat Indonesia biasa, tanpa harta melimpah, jabatan, serta popularitas. Namun, bukan itu nilai yang harus kita ambil. Saya melihat nilai ketulusan dan kedambaan tegaknya keadilan di bumi ini dalam perjuangan mereka.

         Berjuang dengan ketulusan adalah harga mati bagi kita untuk Indonesia dan dunia Islam. Biar Allah saja menjadi satu tujuan.

Wallahu'alam

"Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan." 

(Q.S. At-Taubah: 20)



@ruang

25 Jul'14_ 16.50


Senin, 21 Juli 2014

PR Besar

Setiap perilaku kita pasti dimintai pertanggungjawaban, sekecil apa pun itu

...... *blank*

Untuk memulai pemaparan saja sudah bingung duluan. Mungkin karena saya sebagai penulis blog merasa banyak perkataan yang tercatat di blog ini masih jauh dari siap untuk dipertanggungjawabkan. Rumit ya, bahasa saya. Intinya lebih banyak kesalahan dan ke"ngasal-an" dalam isi dan kebenaran di blog ini.

         Selama ini seberapa manfaat tulisan sederhana dalam blog ini? Seberapa banyak pencerahan yang tersurat atau tersirat di dalamnya? Eemmm... Masih menjadi PR besar bagi saya. In sya Allah kesadaran tentang pertanggungjawaban tersebut bukan sebagai peberhentian, melainkan pengawalan yang lebih baik.

Tiada tindakan sesederhana apa pun yang lepas dari pengawasan Allah.

Bismillah..

@ruang
21 Juli'14_ 19.17
Di penghujung Ramadhan istimewa

Selasa, 08 Juli 2014

Pemimpin Cerminan Para Bintang

Di antara dua pasang  ketidaksempurnaan, kami harus memilih. Mungkin bukan siapa yang terbaik dari yang baik, bukan pula siapa yang buruk dari yang lebih buruk. Kedua pasang calon harus dipilih dengan berbagai kebutuhan sebuah bangsa saat ini. Semoga bukan pasangan yang mempercepat azab Allah kepada bangsa tercinta ini.

Bismillah..

Saya bukan ahli perpolitikkan yang mengikuti setiap berita politik beserta memberi komentar cerdas bagi perkembangan politik. Bukan. Saya menulis opini ini sebagai apresiasi, apresiasi kepada para "dosen" cilik yang banyak memberi inspirasi bagi kami, pembelajar sekaligus pendidik. Anak didik kami memberi pencerahan terhadap karakter "lurus" yang seharusnya setiap manusia miliki dalam proses pembelajaran yang tidak mudah bagi mereka. Anak didik kami, yang lebih tepat saya namai para bintang, sangat bersemangat untuk berubah menjadi lebih baik karena Allah, meskipun itu butuh waktu bagi mereka.

Pada awal sebuah tahun ajaran baru, kami akui begitu dahsyatnya tingkat keegoisan para bintang. Dalam bermain, mereka berlomba menjadi pemenang dan selalu menganggap curang sang lawan, tak peduli apa pun alasan dari kemenangan itu. Bagi mereka, kemenangan harga mati, tanpa toleransi. Bukan hanya dalam bermain, dalam belajar mereka berlomba selalu terdepan serta terbaik dalam kompetisi pelajaran. Jika temannya lebih unggul, sedihnya bukan kepalang. Ya, begitu keras hati mereka saat itu.

Kompetisi tidak sehat melahirkan prasangka buruk bahwa sang guru memihak atau tidak seimbang dalam penilaian. Kami pun berpikir sedalam-dalamnya untuk menjadikan para bintang lebih bersinar dengan aura positif. Persaingan dalam kebenaran harus ditekankan. Karakter positif dari mereka harus seluasnya dimunculkan. Bagaimanakah?

Satu langkah pertama:
mengenalkan para bintang tentang lapang dada, kebesaran hati

Langkah selanjutnya:
mengulang-ulang kembali di manapun dan dalam kesempatan apapun  tentang lapang dada, kebesaran hati, menerima kemenangan teman dengan gembira dan tidak iri terhadap kebahagiaan teman

Langkah-langkah selanjutnya:
bersabar menahan hawa nafsu untuk berbalik arah dari lapang dada, kebesaran hati, sambil terus berjuang untuk menjadi yang terbaik dengan cara yang baik

Langkah-langkah tersebut belum selesai sampai mereka dewasa dan terus melakukan perbaikan diri hingga tidak perlu merasa berat untuk berlapang dada di kemudian hati. Biarlah para bintang berkembang dalam pengingatan guru dan sesama teman sampai melekatlah hati yang besar dalam diri mereka.

Perlukah saya mengulurkan banyak kata untuk menghubungkan pembelajaran karakter para bintang di atas dengan pemilihan pemimpin Indonesia saat ini?

Singkat saja, para pendidik seperti kami, terutama saya, sungguh tidak rela menjadikan pemimpin angkuh serta sombong sebagai panutan serta nahkoda ketaatan kami.

Betapa sedihnya melabuhkan ketaatan kepada pemimpin yang tidak memiliki hati yang lapang dalam menerima saran-saran kebenaran. Betapa tidak sudinya memilih pemimpin yang hanya besar prasangka atas kecurangan yang belum terbukti benar dan menyibukkan diri meminta perhatian manusia seolah-olah dirinyalah yang paling tersiksa.

Sungguh malu rasanya jika memiliki pemimpin yang tidak punya kebesaran hati dan enggan menyetujui pernyataan benar dari orang lain, hanya dengan sepotong kalimat singkat, " Ya.. Saya setuju usulan itu.."

Hina sekali seorang pemimpin beralibi dengan santai sebuah kritikan dengan ucapan, "Mungkin, anda salah dengar atau salah lihat.."
Seandainya pun sang pengkritik salah dengar atau lihat, ucapan itu tidak dapat dikatakan pantas untuk seorang pemimpin BERHATI BESAR.

Pertanyaan besarnya,
Haruskah kita memilih pemimpin yang nyatanya harus kembali ke sekolah dasar untuk mempelajari karakter positif?

#cukupSATUalasanbagisaya