Sabtu, 10 September 2011

Tradisi Lisan Betawi dalam Bens Radio*

oleh Fitri Apriliani Lestari*
0806466241

Dalam setengah abad ini, dunia mengalami perkembangan yang begitu pesat, bahkan telah mempengaruhi perubahan tata nilai dan struktur dalam masyarakat. Perkembangan pesat ini di satu sisi dapat membahayakan perkembangan kebudayaan Indonesia dan di sisi lain dapat memajukan kebudayaan Indonesia. Hal yang dapat membahayakan kebudayaan Indonesia atau kebudayaan nasional apabila seluruh pengaruh kebudayaan asing masuk tanpa adanya penyaringan. Akan tetapi, jika makin banyak orang Indonesia berpikir kritis untuk membentuk kebudayaan nasional yang hendak dikembangkan sejalan dengan perkembangan masyarakat Indonesia dan kemajuan zaman, arus globalisasi akan membawa dampak positif bagi kemajuan kebudayaan nasional.

Salah satu cara efektif untuk mempertahankan kebudayaan nasional di zaman globalisasi ini adalah membentuk wadah industri budaya dan industri kreatif. Industri budaya berfungsi untuk memberi kenyamanan berkaitan dengan emosi, ekspresi, dan mempunyai kecenderungan untuk menarik massa, sedangkan industri kreatif dapat mengembangkan kebutuhan dasar manusia yang mendambakan hiburan. Gabungan antara industri budaya dan industri kreatif harus dikemas dengan baik agar masyarakat dapat merasakan pengaruhnya, yaitu dengan menjadikan teknologi atau media elaktronik sebagai perantara antara sumber hiburan dan penikmat hiburan.

Radio adalah media yang mampu menstimulasi suara dan mengimajinaskan visualisasi faktual melalui kelisanan dan pendengaran. Selain itu, radio dapat menjadi unsur yang mempertahankan kebudayaan nasional. Sampai saat ini, radio yang cukup konsisten dalam mengembangkan kebudayaan nasional adalah Bens Radio. Kebudayaan yang diusung Bens Radio adalah budaya Betawi. Dalam perkembangannya, Bens Radio Jakarta terus berusaha mencoba beradaptasi dengan perubahan karakter pendengar, tuntutan zaman, dan percepatan teknologi, serta gaya hidup masyarakat Betawi dan masyarakat Jakarta pada umumnya. Terbukti program acaranya selalu dikemas dengan cara-cara kreatif yang berkaitan dengan masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang.

Bens Radio secara tidak langsung telah melestarikan dan mempertahankan kebudayaan tradisi lisan Betawi. Motto yang dipakai oleh Bens Radio, Betawi Punye Gaye Selera Siape Aje, adalah salah satu bukti keinginan yang besar untuk mempertahankan kebudayaan Betawi dalam masa penyiaran. Sapaan yang digunakan penyiar Bens Radio adalah bahasa Betawi, yaitu Abang, None, Ncang, Ncing, Nyak, Babeh. Hal ini pun menjadi nilai tambah Bens Radio dalam mempertahankan tradisi lisan Betawi.

Bens Radio sebagai media penyiaran swasta pasti juga memikirkan aspek komersial sehingga harus diakui semakin banyaknya penyiaran lagu pop disertai pengurangan kesenian Betawi. Pengelola Bens Radio pun menyadari arus globalisasi tidak dapat ditolak. Masyarakat harus membuka diri terhadap globalisasi agar dapat bersaing dan terus berkembang. Menurutnya, bahkan globalisasi harus diadopsi.

Salah satu hal yang miris bagi saya adalah penyiaran kesenian Betawi di Bens Radio hanya mendapatkan porsi 10% setiap minggunya. Menurut saya, hal ini terjadi karena Bens Radio menganggap kesenian Betawi yang umumnya diterima oleh masyarakat atau pendengar hanya kesenian atau lagu-lagu yang dibawakan oleh Benyamin S. (Alm.). Tentu saja hal ini masih bersifat wajar karena Benyamin S. adalah pendiri Bens Radio. Akan tetapi, ada satu keheranan saya, yaitu dengan terbatasnya porsi kesenian Betawi yang disiarkan, mengapa Bens Radio menempatkan penyiaran kesenian Betawi bukan pada waktu utama/Prime Time? Seharusnya Bens Radio menyiarkan format kesenian Betawi pada waktu utama, sedangkan sampai saat ini waktu utama sebagian besar diisi oleh lagu-lagu pop.




Rujukan:
Silalahi, Harry Tjan. 1993. “Pancasila sebagai Filter dan Dasar Budaya Indonesia”. Kongres Kebudayaan 1991: Warisan Budaya: Penyaringan dan Pemeliharaan I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


*Tulisan untuk tugas akhir semester (lima), Pengantar Metodologi Penelitian Kebudayaan
*Penulis adalah mahasiswa FIB UI Prodi Indonesia angkatan 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar