Lelaki itu…
Seorang lelaki yang sering saya jumpai di
dalam mimpi. Entah, kenapa harus dia? Apakah masih terlalu dalam lukaku saat
beberapa tahun lalu dia “mempermainkan” hatiku sehingga mimpi itu merupakan
perwujudan dari benci… ataukah… rindu? Ya, kenapa harus dia?
Lelaki itu…
Dengan penuh perhatian dia menanyakan
sejumlah kabar berita saat kutak mampu melangkahkan kaki ke tempat menimba
ilmu. Setiap hari, sepanjang malam, pembicaraan melalui SMS kita lakukan.
Kata-kata motivasi, pernyataan penuh hikmah dia sampaikan pula melalui SMS. Aku
semakin tidak mengerti dan tidak sadar dengan perasaanku terhadap lelaki itu.
Lalu, munculah pertanyaan dalam hati kecilku, apakah dia menyampaikan bentuk
perhatian kepada semua teman peremuannya? Jika memang iya, berarti tiada yang
spesial dari SMS lelaki itu bagiku. Akan tetapi, jika tidak, mungkinkah dia
menaruh perasaan kepadaku? Aahh.. aku sangsi terhadap perasaannya.
Lelaki itu..
Aneh. Jika saling berhadapan langsung tidak
pernah salah satu dari kami berani membuka pembicaraan selayaknya saat SMS.
Apa-apaan ini semua. Aku pun semakin tidak mengerti. Begitu seringnya kami
bercakap-cakap dari urusan umum sampai urusan khusus sampai aku sangat hapal
pukul berapa dia akan meng-SMS-ku. Kami tidak pernah saling mengakui hubungan
apa yang kami bangun, tapi menurutku hanya sebatas teman saja. Oh.. bukan, dia
selalu menamai dirinya adalah sahabat atau saudaraku. Itu saja. Namun, hatiku ada rasa
terhadapnya—rasa yang berbeda—saat itu.
Lelaki itu…
Kurasa merasakan hal yang sama terhadapku.
Sayangnya, dia tak mengungkapkannya. Betulkah? Begitu percaya diri aku ini
menganggap lelaki itu mempunyai sejumput rasa cinta untukku. Ya, hanya sejumput
cinta yang dia ragukan. Mungkin. Tidak pasti dan sampai kapan pun tidak akan
kuketahui kebenarannya, kecuali jika dia ternyata jodohku suatu hari nanti.
Seandainya dia jodohku sekalipun, mungkin saja dia tidak ingat puluhan malam
yang dia habiskan untuk berbincang denganku melalui SMS, saat itu.
Lelaki itu…
Dia berhasil menjadi lelaki pertama yang
menggegerkan hatiku dan lelaki pertama yang menyibukkanku untuk membangunkannya
salat sebelum waktu subuh. Harus kuakui, aku tidak bangga terhadap itu semua,
bahkan sebaliknya, aku merasa malu. Kemudian, pembicaraan kami semakin jarang,
entah siapa yang menghentikan, akhirnya pun tiada lagi pembicaraan antara kami.
Seolah tiada kenangan apa pun yang membekas. Ya, memang seharusnya tidak ada
bekas apa pun juga karena saat ini kami masih berteman. Teman biasa.
Lelaki itu..
Aku yakin dia kini sudah bahagia dengan
dunianya. Syukurlah, dia mampu menyimpan pembicaraan lama kami sehingga tak
perlu diketahui siapa pun. Aku pun demikian. Sampai suatu ketika, dia
menyatakan sesuatu yang menyiratkan pembenaran perasaannya terhadap diriku. Hal
itu setelah sekian lama permbicaraan SMS kami terhenti. Namun, sudahlah, toh itu sudah berlangsung cukup lama
dari hari ini. Aku yakin, jalan kami berbeda dan tidak saling mempertemukan
kedua hati. Dia pun telah sibuk dan bahagia dengan dunianya.
Lelaki itu..
Kenapa dia yang ada di mimpiku saat ku merasa
jatuh? Walau harus kuakui rasaku padanya semakin jauh. Lalu, mengapa lelaki
itu?
Bertemu
denganmu adalah takdir, menjadi temanmu adalah pilihan, bersahabat denganmu
adalah kesempatan, tapi menjadi saudaramu adalah kebahagiaan, dan melihatmu
bahagia adalah kegembiraan yang tiada bernilai!
Untuk lelaki itu:
Jika takdir yang mempertemukan kita, takdir
pulalah yang memisahkan kita, dan aku sungguh banyak belajar menjaga hati
semenjak pembicaraan denganmu itu, Terima kasih, kawan!
2 Ramadhan 1433 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar