Komunikasi itu penting. Penting pula jika kita memahami makna di balik komunikasi serta cara terbaik dalam mengemasnya, terutama kepada anak. Komunikasi tidak selamanya melulu berhubungan dengan lisan (sebutlah verbal) karena banyak sekali komunikasi non-verbal yang ternyata dibaca oleh anak.
Saya mulai dari komunikasi yang mainstream atau dikenal baik dengan sebutan cakapan. Anak-anak diciptakan oleh Allah dengan kecerdasan luar biasa. Sedari bayi pun, sang anak memiliki daya tangkap komunikasi yang diberikan dari sang ibunda, misalnya melalui sentuhan atau percakapan. Menurut penuturan ibu Siska, trainer parenting, bayi dari 0-3 tahun harusnya distimulus dengan berbagai kata. Dengan sikap rajin ibu, ayah, dan orang-orang di sekitar bayi dalam berbahasa, secara tidak langsung mempengaruhi struktur otak sang bayi. Masya Allah, keren yaah. Oleh karena itu, pesan bu Siska adalah jangan pernah meninggalkan bayi sendirian dalam keadaan bayi sedang sadar. Sang bayi sebaiknya diajak bicara atau diskusi untuk mengembangkan kecerdasan berbahasa serta menyusunkan struktur otak bayi tersebut.
Lalu, apakah cukup sampai dengan anak usia 3 tahun sikap rajin berbahasanya dimunculkan? Ternyata menurut bu Siska, tidak cukup. Anak usia sekolah SD pun (6-12 tahun), ketika ingin tidur sangat penting untuk ditemani orang tua atau orang dewasa lainnya. Hal ini penting untuk menjalin komunikasi yang efektif terhadap anak, terutama bagi ayah ibu yang sama-sama meniti karier sehingga tidak memiliki cukup waktu untuk anaknya.
Komunikasi anak di era ini sedikit banyak tercemari oleh perangkat modern. Saat komunikasi tercemar, karakter anak pun sedikit demi sedikit terkikis. Gaya berbahasa anak pun semakin menjurus ke cakapan yang kurang bermanfaat ketika tercemari gadget. Akan lebih baik dan idealnya, anak-anak tidak diberikan gadget sampai usia mereka 9 tahun demi membentuk karakter yang baik. Ajarkan anak bermain dengan alam, kegiatan olahraga, musik, kesenian, kerajinan tangan, puzzle, untuk mengganti keasyikkannya dalan ber-gadget.
Lantas, bagaimana dengan komunikasi non-verbal? Dalam hal ini sikap orangtua sangat mempengaruhi anak. Anak dapat mempelajari dengan cepat, lalu meniru berbagai sikap orang dewasa, misalnya gaya berjalan, gaya bicara orang yang dekat dengan mereka. Bahkan, saat orangtua memiliki tatapan mata berbeda akan suatu hal, sang anak dapat mengetahuinya. Itulah mengapa tanpa perlu kita berteriak saat marah, anak sudah mengetahui bahwa kita sedang marah hanya dari tatapan mata kita.
Wallahu'alam..
Hanya mampu merangkai cuplikan ucapan trainer parenting istimewa. (Saat training parenting@ SDIT Al-Kawaakib, 5 Sept'15)
@ruang
10 Sept'15_ 20.32
#aaa manah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar