Alhamdulillah rasanya kuliah di fakultas super di UI.
Bukan hanya fakultasnya aja yang super, jurusannya pun
“super-kuadrat”. Saya sudah niat dari lama ingin cerita tentang jurusan saya tercinta, Sastra Indonesia, atau
nama kerennya sekarang adalah Program Studi Indonesia. Akan tetapi, bukan
sekarang saatnya, kenapa? Karena saya mau berkelana sepintas di FIB dulu atau sebut sajalah cerita-cerita tetang FIB,
baru kemudian cerita seputar jurusan.
Sekitar 3,5 tahun yang lalu, semenjak sah menjadi
Mahasiswa FIB UI, akhirnya saya menyadari banyak hal. Pertama, sungguh deh saya
sadar ternyata guru Bahasa Indonesia saya di SMA rada “gabut” atau kurikulumnya
ya kah yang bermasalah? Entah, yang penting saya merasa oon deh dari segi tata
bahasa sampai pengetahuan sastranya.
Patung di area payung gdng I, FIB UI |
Hal kedua yang saya sadari adalah koleksi ilmu di otak
saya sangat minim, seminim buku yang saya baca. Rada kesel sih, udah kuliah,
bacanya masih males-malesan. Masih aja gitu sayang beli buku, tetapi saya
cenderung sering ke perpus kok, (terus kalo sering ke perpus tandanya anak
rajin baca gitu? Hehe). Meskipun sekarang sudah semester akhir, saya masih
punya ambisi untuk baca buku-buku sastra di perpus. Hayooo, mumpung masih
terdaftar sebagai mahasiswa UI.
Selanjutnya, yang saya sadari adalah lingkungan FIB
itu ternyata saya banget: Bebas, cool,
gila, dan “aneh”. Saya memandang semua itu positif-positif saja. Memang sih dengan
prinsip hidup saya yang berbunyi “Dakwah adalah kita” pasti lingkungan FIB sangat
bertentangan. Akan tetapi, pertentangan itu sangat mungkin menjadi tantangan,
dan saya cinta sekali kompetisi..hoho. Pertentangan bagi saya adalah peluang,
kesempatan, dan peringatan.
FIB.. I’m in Love