Beberapa pekan ini galaksi Musa hanya memiliki saya sebagai pengatur kebijakan tanpa satu pendidik yang harus off sejenak. Para bintang perempuan sudah terbiasa sehari-hari bersama dengan kebijakan dan tata cara "ala" saya dalam peer group. Beda hal dengan para bintang laki-laki yang belum sangat terbiasa. Saya pun menjadi heran, jika menangani para bintang secara keseluruhan ( laki-laki dan perempuan) sikap galak saya lebih terasah.
Suatu pagi di hari Senin, saya menetapkan kebijakan tegas, terutama terhadap tiga bintang laki-laki. Saat tak berapa lama beberapa bintang laki-laki melakukan pelanggaran kebijakan, otomatis konsekuensi pun langsung saya berlakukan. Reaksi para bintang perempuan, biasa: santai, flat. Hal sebaliknya terjadi di pihak laki-laki. Beberapa dari mereka kaget, mulai menghitung poin masing-masing, siaga atau berhati-hati agar tidak melanggar kebijakan, dan mulai beristighfar meski agak dipaksakan.
Dalam satu sesi pembelajaran yang mendapat konsekuensi memang hanya pihak laki-laki. Ada beberapa bintang yang sudah mencoba mengerti tentang sebuah konsekuensi, ada yang pura-pura tidak peduli, dan ternyata ada pula dua bintang laki-laki yang kasak kusuk "ngerumpi". Kedua bintang tersebut merasa terdzalimi atas kebijakan yang tidak pernah diberlakukan oleh pendidik peer group mereka. Serpihan pembicaraan mereka terdengar seperti ini:
"Kalau ada ustadzah X (pendidik peer group laki-laki), pasti kita dibelain deh. Ustadzah Fitri mah, menangin anak-anak perempuan doang, kita ga dibelain."
Selama kedua bintang itu kasak-kusuk, saya hanya menatap sambil memperhatikan mereka. Akhirnya, setelah "ngerumpi" berdua, salah satu dari mereka buka suara kepada saya dari tempat duduknya.
"Ustadzah Fitri mah udah ga sayang sama kita lagi," ujar bintang pertama sambil cemberut
"Iya, sayangnya sama anak perempuan doang," lanjut bintang kedua dengan wajah yang kesal
Lalu saya menjawab keluhan mereka dengan senyuman simpul saja, tanpa kata. Bingung sekali menjelaskan bahwa tidak ada ketimpangan kasih sayang terhadap mereka, laki-laki atau perempuan. Jika di galaksi Musa yang merasa tidak diperhatikan lebih adalah pihak laki-laki, di galaksi Ibrahim pihak perempuanlah yang pernah mengatakan bahwa saya tidak memperhatikan anak perempuan. Saya pun menyadari sebegitu pekanya perasaan mereka. Mungkin dalam kondisi seperti itulah keadilan itu diuji sejauh mana dia berhasil teraplikasi.
Cukup banyak pembelajaran atau bahasa kerennya tarbiyah dari Allah yang saya dapatkan melalui bintang-bintang hebat tersebut. Adil bukan semata-mata memperlakukan secara sama, namun memperlakukan SESUAI dengan yang kadar seharusnya. Rumit ya?
NB: salut dengan kejujuran bintang Azka dan bintang Royhan di tengah kasuk-kusuk mereka.
@ruang_Rabu, 28 Mei'14
21.55