Rabu, 11 April 2012

Nah, inikah masalah


Bismillah..

Kadang kita terjebak dengan kata “masalah”. Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan masalah? Saat ini saya sedang males sekali mendefinisikannya sesuai kamus, jadi saya definisikan sesuai yang saya alami saja.
Sedikit mencurahkan rasa, beberapa hari belakangan memang ada pikiran dan sikap orang lain yang sangat mengganggu saya, kemudian ditambah aura negatif yang membuat saya lebih “jatuh”. Bahkan jika saya masih terbawa kesensitifan, saya mungkin dapat dikatakan masih “jatuh” hingga saat saya menulis –apalah namanya—ini. Lalu, apakah segala gangguan itu, yang dinamakan masalah?
Sebenarnya tulisan ini bukan dimaksudkan untuk  mencari tahu dan mengubek-ubek sebuah definisi tentang masalah, tidak sama sekali. Mari kita anggap sajalah yang saya alami belakangan ini betul-betul bernama masalah. Ketika kita dalam kondisi bermasalah itu, begitu sulitkah untuk bangkit?
Pada umumnya, ketika menghadapi gangguan sedikit saja, kita sudah merasa seperti orang yang paling menderita di dunia. Ambil contoh diri saya sendiri. Yang saya lakukan “pas pertama kali” ketemu gangguan itu, saya  bisa nangislah, nyanyi teriak-teriak ga jelaslah, jalan-jalan ga tentu arahlah, semata-mata untuk meluapkan emosi dan menenangkan diri, sebentar saja. Saya merasa wajar untuk mengembalikan ritme jiwa. Akan tetapi, hal-hal yang saya sebutkan tadi (nangis, nyanyi, jalan) tidak memiliki kekuatan untuk membangkitkan diri saya dari –anggaplah—ketepurukan.
Ternyata memang hanya satu yang dapat kembali membangkitkan gelora dan semangat saya, yaitu teman perjalanan hidup saya (semoga dunia-akhirat, aamiin).  Teman itu selalu menyakinkan diri saya bahwa masalah yang sedang dihadapi tidak lebih besar daripada nikmat yang sampai kepada saya.  Saya pun berpendapat hidup itu memang pasti ada masalah, bukan hidup namanya jika tanpa masalah.
Teman itu pun dengan bijaksananya menyadari secara tidak langsung kepada saya bahwa masalah itu sebenarnya adalah diri saya sendiri.  Ya, kita adalah biang masalah dalam hidup kita. Ketika kita tidak hidup, pasti tidak ada masalah, hehe.. bukan seperti itu juga pemikirannya.  Jangan pernah berpikir maksud dari “kita adalah biang masalah” itu sebagai kutukan atau berpikir seperti ini, “Tuch, emang semua persoalan terjadi gara-gara gue deh, udah gue bunuh diri  aja!” Eit, bukan seperti itu, tolong ya. Biang masalah itu memang ada dekat dengan diri kita, yaitu hawa nafsu. Hawa nafsu manusia sangat berpotensi melebihi bisikan syaitan. Dimulai dari hawa nafsu muncullah marah, kecewa, stres, dendam, fitnah, sampai saling bunuh. Maka, ketika kita tidak dapat mengelolanya, habislah semua.
Kembali ke teman hidup saya, cuma satu memang dan tidak ada bandingannya. Saya merasa siapa pun boleh berantem dengan saya, musuhan, ga mau ngomong, ngambek, atau apa pun itu. Tidak masalah (ada kata masalah lagi nih, hehe), asal bukan teman hidup saya itu. Teman itu memberikan banyak hal yang tidak dapat diberikan siapa pun di muka bumi ini. Siapa pun. Padahal, seringkali saya kurang deket dengan teman itu, tapi dia selalu memberi kekuatan ketika sedang bersama. Dia yang selalu membuat saya up. Walaupun ingin rasanya memperpanjang roman tentang teman itu, lebih baik saya langsung kasih tahu saja siapakah itu. Teman hidup itu adalah Quran.
Karena kita adalah biang masalah, Quran dapat menjadi penyembuh penyakit bermasalah kita itu. Yang periu diingat lagi Quran selalu berhasil membuat segala masalah menjadi biasa. Quran selalu membuat kita tidak perlu berperang angkat sejata dengan masalah karena nikmat Allah jauh lebih besar dari masalah itu. Dengan demikian, kita lebih tenang menghadapi gangguan apa pun.
Efek penyembuhan Quran tidak berhenti sampai situ, Quran juga dapat melipatgandakan semangat kita. Oeh karena itu, jangan berhenti ketika banyak gangguan yang menghadang perjalanan kita. Jangan putus asa saat banyak orang mencibir dan menertawakan kita. Kenapa? Karena banyak hal yang belum kita lakukan, belum kita amalkan, dan belum kita siapkan untuk bekal kita nanti. Banyak kebaikan yang belum kita lakukan. Kalau kita lemah sedikit saja dalam perjalanan ini atau menyerah terhadap gangguan itu, kelak kita bersaksi apa di hadapan Allah? So, be positive. Jangan hiraukan hal-hal yang membuat kita berhenti dan "mati".
Quran itu adalah firman Allah. Ya, firman Allah.  Melalui firman-Nya, Allah menyuruh untuk bergerak dan terus bergerak dalam kebaikan. Bersyukurlah ketika ada gangguan yang membuat kita agak bermasalah,  mungkin itulah maksud Allah agar kita dapat bergerak lebih maksimal lagi.
Saat ini, saya bukan hafidzah Quran. Lalu apakah harus menjadi hafidzah dulu baru kita dapat merasakan nikmat Quran? Nah, pertanyaan kita balik, belum menjadi hafidzah aja, sebegitu banyak nikmat yang Allah berikan, bagaimana kalau sudah jadi?
Fabiayyi aalaairabbikumaa tukadzzibaan

Wallahu’alam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar