Hari itu adalah hari yang sudah direncanakan oleh kami. Ya, kami, keempat pendidik sekaligus pembelajar di SDIT Al Kawaakib. Hari itu tertulis di kalender adalah Kamis, bertanggal 4 Oktober 2013. Rencana kami adalah menyelesaikan tugas penilaian para bintang sebelum pengambilan rapor mid-semester. Lantas, kebersamaan itu bukan sekadar tugas "kenegaraan" bagi Kawaakib, melainkan tugas "kehidupan" bagi kami. Apa sebenarnya tugas "kehidupan" itu?
Saya mungkin tidak berlebihan menamai kebersamaan kami sebagai tugas "kehidupan" karena di hari itu tercecerlah banyak hikmah. Hikmah yang kami ambil dari kehidupan kami masing-masing yang pasti Allah berikan agar kami belajar. Belajar untuk menjalani kehidupan kami sebagai umat terbaik-Nya. Itulah tugas "kehidupan".
Dari kami berempat, terdapat satu orang pendidik yang membeberkan paling banyak hikmah dari kehidupannya, beliau saya sebut saja di sini ustadzah Yan. Beliau memang paling senior dalam pendidikan dan paling lama tinggal di bumi dibandingkan ketiga lainnya. Kisah beliau tentu tidak akan terpuaskan jika ditulis sekaligus saat ini. Semoga saya mampu berbagi di lembaran lain di kemudian hari, insya Allah. Saya hanya menulis sedikit inti hikmah yang beliau sampaikan, antara lain kebersamaan dengan Allah yang sangat penting, hal-hal seputar rumah tangga, dan keberhati-hatian terhadap nafsu yang dimiliki oleh laki-laki meskipun laki-laki itu sholeh.
Meskipun ustadzah Yan memaparkan banyak, tidak berarti ketiga lainnya hanya diam. Satu per satu bicara seputar hal serta hikmah yang dialaminya, tentu sambil berkutat dengan nilai sang bintang. Ustadzah Sin menceritakan hikmah yang masih terkait nafsu laki-laki, ustadzah Fik berkisah kegemarannya untuk "menerima" dan ke-"anti"-annya dalam menolak, kemudian saya yang tidak perlu dipanggil ustadzah bercuap sedikit tentang yang saya rasakan selama di Kawaakib. Dari cerita serta hikmah yang disampaikan oleh masing-masing kami, kemudian diwarnai tanggapan positif pula, saya merasa inilah ukhuwah. Tidak ada istilah "menggurui" dari kebersamaan itu, walaupun secara formal panggilan kami adalah guru. Sesama guru atau saya lebih suka istilah pendidik, kami saling terbuka menerima input-an hikmah dari sesama kami.
Semoga dengan sikap kami yang terbuka itu, dapat diteruskan oleh para bintang. Ternyata, kami berempat memang sengaja dikumpulkan oleh Allah untuk belajar. Ini adalah awalan, semoga langkah kebersamaan dan pembelajaran terus terukir karena Allah-lah tujuan kita.
@ruang
_5 okt'13_ 06. 03