Sabtu, 07 Desember 2013

Kerja Tak Selamanya Cinta

Sungguh ambigu judul yang saya berikan untuk tulisan ini. Akan tetapi, memang itulah yang saya alami. Mungkin bukan hanya saya, tetapi banyak orang di luar sana meneriakkan hal sama. Saya ceritakan mulanya seperti ini.

         Sudah sepekan atau lebih sidang skripsi saya berakhir dengan indah, alhamdulillah, bernilai A. Segala jenis revisi, fotokopian serta CD pun telah usai disiapkan. Aktivitas di kampus jauh berkurang, hanya mengurus sedikit administrasi untuk persiapan wisuda. Lantas, dari sanalah ketidakbetahan terjadi.
         Hati kecil saya terus saja menyuarakan untuk cepat mendapatkan pekerjaan halal, apa pun itu. Keluarga di rumah sibuk beli koran dan bertanya ke sana-sini tentang lowongan. Pada suatu perjalanan entah menuju kemana, saya melihat spanduk berisi pengumuman job fair, saya langsung berniat untuk ikut karena cukup dekat dari rumah.
Tidak sampai sebulan dari job fair, akhirnya saya pun bekerja sebagai Store Supervisior, perusahan retail farmasi ternama di Indonesia. Oke, sangat jauh dari bidang studi perkuliahan saya dan ternyata jauh pula dari perkiraan saya tentang posisi yang dimaksud.
         Saya mulai bekerja tanggal 1 Agustus 2012, di regional dekat rumah, perumahan Kosambi Baru. Bukan, saya bukan karyawan kantoran. Saya bekerja di pertokoan, lebih tepatnya apotek. Prinsip saya pada saat sekolah dan kuliah adalah hanya mengerjakan aktivitas yang saya CINTAI, jika saya tidak sreg, walk out! Akan tetapi, prinsip itu seperti meleleh semenjak saya masuk dunia kerja. Kurang dari 4 bulan bekerja di apotek, sebutlah Century, saya sudah berniat untuk resign.
         Keinginan "mulia" saya untuk resign dihalang habis-habisan oleh manager saya. Beliau wanita Solo yang lembut, jadi metode penghalangannya lebih membuat saya mengiyakan saja kemauannya. Beliau hanya menyuruh saya mengundur waktu resign menjadi sebulan mendatang. Bagi saya saat itu, jangankan sebulan, seminggu saja sudah bagai penyiksaan. Saya masih ingat jika saya masuk pagi sendiri, sambil membersihkan apotek (menyapu,mengepel,mengelap) pasti air mata sudah di pelupuk mata ala cinderlela dibabuin ibu tirinya, hehe. Hal itu karena saya tidak merasakan feeling good apalagi cinta terhadap pekerjaan itu.
         Di bulan yang sama dengan penolakan resign, seorang ummi mengajak saya untuk bergabung dalam project pendirian SDIT sebagai pengajar bersama teman-teman seperjuangan di SMA. Ummi itu juga menegaskan bahwa saya boleh menyelesaikan kontrak 1 tahun di apotek, sampai 31 Juli 2013, baru kemudian full mengajar. Wah, Subhanallah, saya langsung berpikir ini memang jalan Allah menunda untuk mendapatkan pekerjaan yang bisa lebih saya cintai. Saya akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan kontrak setahun di Century kemudian saya mengajar.
         Lantas rasa apakah yang saya tumbuhkan agar mampu bertahan tanpa cinta sampai kontrak selesai? Penerimaan dan pengharapan itu kata sederhananya. Menerima bahwa ini semua takdir Allah yang pasti ada hikmah tersirat serta terus belajar untuk selalu "menerima" dan selalu amanah dalam pekerjaan karena Allah. Berharap Allah pasti mengganti kesedihan dan rasa "berat" dalam hati saya dengan ganjaran lebih baik. Alhamdulillah, saya keluar dari Century sesuai waktu perjanjian dengan tanggung jawab semaksimal saya bahkan mungkin melebihi rasa cinta yang seharusnya ada terhadap pekerjaan ini.
         Pertanyaan untuk saat ini, masa bekerja di Century telah selesai, berarti, apakah dirimu sudah mengecap rasa cinta di tempat kerja barumu, Fit? Tempat penuh inspirasi dan celotehan polos anak-anak itu begitu mudah untuk kau cintai, bukan? Untuk saat ini saya tidak ingin menjabarkan jawaban atas pertanyaan monolog saya. Saya hanya ingin menanamkan bahwa memang tidak ada cinta yang harus diutamakan, kecuali terhadap Allah dan Rasulullah. Biarlah cinta kepada Allah saja yang memampukan diri untuk bertahan.

Jadikanlah setiap pekerjaan, karirer, atau profesi sebagai bentuk jihad kita yang pasti bernilai di hadapan Allah. Itu saja. Wallahu'alam



@ruang
8 Des'13_ 15.39

Selasa, 26 November 2013

Kekesalan Menjadi Belakang

Bintang yang satu ini mengakui kekesalannya terhadap saya: Bintang Naura.

"Aku kesel tadi sama ustadzah," begitu Naura berucap setelah fun test Penjaskes pagi tadi.
        Sebenarnya saya sangat mengerti kekesalannya pasti karena dia menjadi pamungkas alias terakhir di barisan. Jika mengingat wajahnya sepanjang pelajaran Penjaskes, sungguh tanpa senyum serta penuh keengganan. Naura memang terkesan pendiam dan mau mengalah. Akan tetapi, seiring perjalanan waktu muncul sikap ingin mendominasi dalam dirinya. Terlebih lagi dia menyadari bahwa kakeknya merupakan jajaran pimpinan atau pembina yayasan.
         Terkaan saya atas kekesalannya benar terjawab setelah saya bertanya, "Naura kesel sama Ustadzah? Kenapa?"
         "Abis aku paling belakangan mulu," polos dia menjawab.
         Sejak awal saya bergabung dengan Kawaakib team, Naura adalah salah satu bintang yang termasuk di kelompok tahsin-tahfidz saya. Dan, dia tidak pernah menjadi yang terakhir. Mungkin itu menjadi sebab munculnya sikap kesal terhadap saya. Saya yakin jika dengan ustadzah lain, Naura tidak bersikap demikian. Hal ini terjadi mungkin karena dia sudah terbiasa dengan saya dan tidak pernah diakhirkan.
         Apapun sikap setiap bintang terhadap saya atau pun pendidik lainnya merupakan bentuk pembelajaran. Mereka dimunculkan berbagai sikap "ajaib" atas izin Allah agar menjadi pengingatan bagi kami. Saya lebih senang menyebutnya sebagai salah satu bentuk tarbiyah Allah.
Wallahu'alam.

@ruang
26 Nov'13_22.04

Senin, 25 November 2013

Bukan Sekadar Frustasi

Frustasi gara-gara si Bintang? Pernahkah?

Beberapa pekan terakhir harus diakui tensi tinggi menghadapi bintang, khususnya di Galaksi Ibrahim. Lumayanlah bikin suara menggelegar dibanding biasanya. Terdapat satu bintang yang memiliki kekurangan fisik, kami menyebutnya ABK (Anak Berkebutuhan Khusus), dia mungkin menjadi salah satu latar belakang kefrustasian itu. Namun, bagi saya bukan bintang tersebut yang membuat pikiran saya berkecamuk. Ada seorang bintang perempuan, di galaksi yang sama, yang sungguh entah mengapa mampu mengiris hati. Dia selalu brutal terhadap sang bintang berkebutuhan khusus yang telah saya sebutkan. Selain sikapnya brutal, ucapannya juga sangat ketus.
        Seharusnya saya sebagai orang dewasa lebih memaklumkan perilaku kekanakan sang bintang ini. Akan tetapi, rasa sedih muncul bertubi setiap mendengar celetukannya yang apa adanya. Ya, apa adanya, walau pedas terdengar telinga.
         Apakah kehidupan modernisasi mengubah cara bicara anak? Yang awalnya lugu malu-malu menjadi bebas tanpa hormat atau yang tadinya serba ingin tahu menjadi merasa sok tahu? Begitukah?
         Sang bintang itu tidak mungkin disalahkan. Saya pun sebatas sedih bukan dendam. Bagaimana tidak sedih jika sang bintang berasal dari keluarga yang mengaji? Bukan dari keluarga yang berbicara seenaknya di jalan-jalan. Ya, itulah tugas para pendidik, salah satunya saya. Enyahkan semua latar belakang masing-masing bintang karena mereka membutuhkan pengarahan yang sama. Ditunjukkan ke arah yang sama dengan metode berbeda, sesuai pemahaman masing-masing.
         Subhanallah , tugas peradaban lebih besar. Bahkan lebih besar dari rasa sedih di hati-hati kita. Allah ingin menunjukkan arti sebuah perjuangan, kesungguhan. Semoga saya termasuk golongan yang tetap gigih berjuang, walau tertatih, bukan termasuk golongan yang tersisih. Doa yang sama pula bagi Anda yang membaca.

@ruang
25 Nov'13_ 21.19

Sabtu, 23 November 2013

Semangat Ala Bintang Kecil

Selamat menuju pekan-pekan memusingkan. Pekan yang dipenuhi penilaian, kata-kata positif ke orangtua, dan lembaran-lembaran lainnya. Ya Allah, belum selesai sampai sana. Setelah itu, konsep pembelajaran yang penuh tabel-tabel akan dijajarkan.
         Subhanallah ya, bintang. Sekuat apapun aku, mungkin tidak bisa menandingi cahaya kalian. Lagipula aku tidak bermaksud untuk bertanding. Aku ingin menikmati cahaya itu, bernaung di bawah terangnya, serta bertafakur sekadar mencari celah untuk bergerak lebih dahsyat. Bergerak bersama indahnya kerlap-kerlip kalian. Semoga Allah memberi waktu yang cukup untuk kuambil hikmah terbaik dari sisi terang-gelap kalian.
Bintang, teriring salam cintaku yang tak terurai hanya karena Allah... insyaAllah

@ruang
24 Nov'13_ 15.00

Dad and My Friends

Entah sudah ketiga atau keempat kalinya saat melewati rumah seorang teman laki-laki seangkatan SMA, papa pasti ada saja pertanyaan. Pertanyaannya pun pernah sekali tidak bisa saya jawab. Tanggapan papa setelah saya jawab dari beberapa kali pertanyaannya juga hampir sama (karena pertanyaannya pun sama). Biasanya setelah tanya jawab mengenai teman laki-laki itu, akhirnya melebar ke teman-teman angkatan SMA lainnya. Tentunya teman perempuan semua. Maklum, teman-teman "selingkaran kecil" saat SMA.
         Ya, dari semua teman SMA, yang papa kenal laki-laki cuma satu, Yoga, yang rumahnya persis di pinggir jalan raya. Itu pun pernah namanya terbolak-balik menjadi Yogo, atau apalah disebutnya saya lupa. Saya sedikit meluruskan papa saya kenal dengan satu laki-laki itu bukan karena sengaja dikhususkan, bukan. Berhubung saya ke tempat lembaga Qur'an melewati rumahnya dan hari itu keluarganya ditimpa musibah, saya pun takziah ke rumah Yoga dan papalah yang nanyain ke orang tentang si Yoga ini. Bahkan, papa pun tidak pernah bertemu langsung dengan si Yoga. Tetapi setiap lewatin rumahnya, tetap ada aja pertanyaan.
         Dengan teman anaknya yang bahkan dia tidak kenal bentuk dan rupanya sekalipun, dia tetap tanyakan. Terlebih lagi dengan teman saya yang selalu muncul serta selalu saya ceritakan berulang kali. Papa sangat tahu betul siapa teman-teman saya, berikut juga rumahnya. Bagaimana tidak tahu jika dari SMA setia mengantar anaknya keliling rumah teman.
         Papa selalu tahu sejak SMA saya seringkali pulang bareng Erni. Pernah sekali ketika banjir papa juga tahu saya menginap di rumah Fika. Sudah mengenal jelas rute rumah Dayoh yang rumit. Papa juga pernah bertemu abinya Shabrina dan mengingat tempat menjemput saya ketika main ke rumah Lili. Luar biasa, nama-nama yang saya sebutkan sudah tidak asing lagi. Bahkan ketika Erni menikah dua pekan lalu, papa pasti ikut jika saja tetangga dekat tidak menjadikannya panitia walimahan anaknya.
         Dari SMA saya tidak bisa menyembunyikan tempat saya mengaji dari papa. Papa serba tahu tentang itu. Dari rumah mentor pertama sampai yang sekarang,papa tahu letak rumahnya. Segigih apapun saya tidak ingin diantar, tetap papa pasti usahakan bisa antar dan akhirnya saya jadi keenakan sendiri. Papa itu memang sosok bapak perfeksionis dan perhatian sejati. Saya senang bisa sering berdiskusi sekaligus jadi "tempat sampah" baginya. Papa tuuhh... All the best that i have.
        

@ruang
24 Nov'13_ 14.29

Kalau Dua atau Tiga Bisa Bersatu

Hidup itu pilihan!

Itu prinsip yang saya banget. Setiap ditampilkan beberapa item apapun, rasanya lebih cenderung mengarah ke satu hal dan tidak acuh dengan hal lainnya. Ya, satu saja. Sebenarnya ingin sekali memperhatikan tidak hanya satu, biar efektif dan lebih "bergerak" banyak. Namun, apa daya, pasti ada saja yang tergadaikan.
         Beberapa contoh yang akhirnya saya pilih satu antara lain, social media, email, blog, bank,bahkan amanah pun demikian. Pertama, socmed, account socmed yang saya bikin lebih dari tiga: facebook, twitter, tumblr, g+, dkk. Lantas, di ponsel hanya twitter yang terpampang. Lewat twitter juga saya lebih sering me-link tulisan dari blog ini. Padahal, friends di FB lebih banyak dan lebih banyak teman "seliweran" juga sih. Jadi, sepi deh kalau mengecek facebook saya. Apalagi socmed yang lain, bahkan ada yang cuma masuk sekali terus tidak niat, bye-bye deh.
         Yang kedua adalah surel atau email. Dari zaman SMA sudah mantap dengan yahoo, tapi karena dirasa perlu lagi yang lebih simpel, akhirnya beralih ke gmail. Hampir berbulan-bulan belum buka lagi email di yahoo. Kalau gmail, sudah terpampang jelas di layar utama ponsel. Email itu berkaitan dengan blog pula, kan. Ketika masih aktif di per-yahoo-an, saya mainannya multiply. Dari banyaknya jumlah teman juga lebih banyak di multiply daripada di sini. Lagi-lagi mencari yang lebih simpel dan terkesan "narik diri".
         Jika ketiga hal yang telah disodorkan adalah dunia maya. Saatnya dunia kenyataan. Memilih bank juga akhirnya berujung satu. Dari awalnya BSM, terus kuliah diharuskan buka BNI, dan saat kuliah BSM tetap jadi tempat penyimpan setia. Kemudian, seusai wisuda sudah tidak memasukkan uang ke BNI, tetap BSM. Sampai tibalah saat kerja yang syaratnya membuka tabungan CIMB Niaga atau BCA. Saya pilihlah Niaga yang ternyata mampu menjerumuskan BSM ke jurang terdalam (lebay). Lagi dan lagi, padahal kebanyakan teman lebih memilih bank syariah. Catatan penting, gaji saya masih tertahan dan insya Allah cairnya melalui Niaga. Alasan lainnya karena sudah terlanjur >_<.
         Nah, hal berikutnya yang saya pilih satu adalah amanah. Amanah juga bagian akhir dari pernyataan saya pagi ini. Sebut saja saya di kampus berkegiatan nonkuliah di forum Islam, lembaga kampus dan sekolah (alumni SMA). Tentu bisa dilakukan bersamaan selagi tidak mengganggu aktivitas kampus. Namun, apa daya, semakin lama saya semakin ditanyain kabarnya oleh rekan kerja di lembaga kampus. Sepertinya, tidak perlu diurai dengan sangat berbagai alasan. Hanya sedikit teman yang saat itu setia aktif di lembaga sekolah.
         Tugas saya yang harus dikejar adalah belajar. Belajar multi-tasking sedikit, perlahan tapi pasti. Sampai sekarang masih mencari cara. Pernah baca di artikel bahwa mengisi TTS dan sudoku salah dua caranya. Wallahu'alam valid atau tidak. Tapi tidak rugi juga, ya, dicoba.



@ruang
24 Nov'13_ 06.45

Minggu, 10 November 2013

Sesosok Teman Berjalan (EK)

Jarak beberapa meter ternyata mampu menyamarkan keyakinan ketika kulihat temanku itu. Keyakinan tentang kebenaran bahwa pengantin itu adalah Erni, teman seperjuanganku. Batin hanya mampu bertanya berkali-kali, "Kok Erni bisa beda banget, benar ga itu dia?" Sementara batinku bertanya-tanya, teman perjalananku, Lili, sibuk komentar mengenai kesantaian Erni walaupun dalam momen pernikahan. Santai, memang ciri khas Erni, banget.
         Setelah prosesi akad selesai, dan pengantin wanita menuju ruangan tamu wanita, dengan jarak tiga-empat langkah pengantin itu memanggil, "Fitriii..". Ahaaa, iya, ternyata dia memang benar-benar Erni Kurniasih. Suaranya dan tingkahnya dari jarak dekat mampu menyakinkanku. Dia tidak berubah bahkan di hari terpentingnya.
         Sepenggalah perkataan Erni beberapa tahun lalu masih kuingat. Saat itu para akhwat alumni sekolah 78 sedang berkumpul, entah tak begitu kuingat jelas tempat dan momennya, tapi mungkin ketika kita baru menyelesaikan SMA. Sedikit saja yang kuingat dari perkataannya, "Jangan berubah, ya." Tiga kata yang kutanggapi dengan dalam. Jangan berubah berarti istiqomah di jalan kebaikan, terus menjadi pribadi yang dikenali sesama kami sebagai ciri khas masing-masing. Seperti itulah dan Erni merupakan teman yang kukenal tidak berubah walau waktu dan kesibukan kami sungguh berjarak beberapa tahun belakangan.
         Erni tetap menjadi sosok santai, cuek, berantakan, tapi pekerja keras. Itulah dia sedari dulu. Jika berbicara, nada suara dan sikapnya kekanakkan. Satu lagi, saat berbicara tangannya pasti bergerak. Dia pernah mengidentifikasikan dirinya memang termasuk tipe kinestetik.    Begitulah dia.
         Aku sangat menyakini bahwa dia istimewa. Di balik penampakan luar yang kekanakkan, ada jiwa dan pemikiran dewasa pada dirinya. Setiap berdiskusi dengan Erni pasti selalu ada solusi, walau kadang nyeleneh, tapi dapat menjadi inspirasi. Tentu sangat beda jika berdiskusi dengan aku yang hasilnya kebanyakan adalah misteri alias penuh teka-teki, bahasa gaulnya, ga jelas. Itulah mengapa aku bergairah jika bicara dengan Erni karena jadi lengkap serta jelas pembahasannya.
         Teman tebenganku sedari SMA itu akhirnya melengkapi separuh diennya hari ini, 10 November 2013. Aku tahu tiada yang berubah dari sikapnya. Dia memiliki warna dan keistimewaan tersendiri, tentu kawanku yang lainnya punya warna serta terang yang berbeda. Untuk Erni, semoga segala kebaikan yang dibangun sejak berjuang sendiri, semakin berlipat ketika bersama suami. Semakin berkah pula kerja keras yang selama ini dijalani. Terakhir, semoga makin rapi yaaah, hehe dan jangan berubah Erni, kecuali menjadi semakin baik.

@ruang
10 Nov'13_ 21.22

Sabtu, 02 November 2013

Sebuah Peristiwa Nyata*

Di sebuah KRL sekitar pukul 21.30, dua orang pemuda dengan wajah tidak ramah naik. Saya ketakutan, tapi hanya mampu kebingungan karena tidak ada satu pun senjata untuk melindungi diri. Dengan pasti saya mengambil Qur'an, membuka, dan membacanya. Kedua orang tersebut mengapit saya. Saya terus saja menatap fokus ke arah ayat-ayat Allah dengan degupan jantung luar biasa.
         Tidak lama, kedua pemuda tersebut pergi kemudian turun begitu saja. Alhamdulillah, tidak ada hal jahat yang mereka lakukan terhadap saya. Sesampai di rumah dan setelah istirahat sejenak, saya melihat berita malam di televisi tentang pembunuhan. Dengan terkaget-kaget saya menyimak berita itu karena ternyata pembunuhan terjadi di KRL yang saya naikin baru saja. 
         Entah atas dasar apa sehingga saya memberanikan diri untuk pergi ke kantor polisi, tempat pembunuh ditahan. Di kantor polisi, kecurigaan saya terjawab setelah melihat pembunuh tersebut. Dua orang pembunuh itu ternyata orang yang sama ketika saya naik KRL yang saya sebut dengan dua pemuda berwajah tak ramah.
         Setelah saya menyapa sedikit dua orang pembunuh itu, saya pun bertanya, "Pak, waktu di KRL itu, kenapa bapak langsung pergi tak lama setelah mendekati saya?"
         Jawaban mengagetkan pun terucap oleh salah seorang pemuda, "Ketika kami mendekati kamu, kami melihat dua pria berbadan besar yang tampak kuat menjaga di kanan dan kiri kamu."
        "Itulah sebab kami langsung menghindar agar tidak mendapat masalah," lanjut pemuda tadi dengan lugu.
         Saya hanya mampu terdiam mendengar pengakuan pembunuh tadi. Keheranan dan takjub memenuhi batin saya. Bagaimana mungkin ada dua pria berbadan besar, padahal saat itu saya naik KRL sendiri. Subhanallah, walhamdulillah.

*Kisah nyata seorang muallaf yang disampaikan oleh Ustadzah Safitry setelah halaqah Qur'an berakhir. Kisah sudah direkonstruksi dengan bahasa saya. Penjagaan Allah itu nyata, subhanallah.

@ruang
10Nov'13_14. 53
oleh Fitri Apriliani Lestari

Minggu, 20 Oktober 2013

Dunia Surya (Fiksi Bersambung_2)

Sudah pukul 23.11 ketika Surya membuka pagar rumahnya. Rumah terlihat sepi sebagaimana biasa dia pulang shift malam. Hati-hati sampai tak terdengar bunyi, Surya memasuki rumah. Rumah yang mestinya menjadi surga peristirahatan bagi Surya, sudah berubah menjadi tempat kerja kedua semenjak tiga tahun lalu. Beruntung dia pulang saat semua mata di rumah tersebut telah terpejam.
         Badan Surya telah mendarat di tempat tidurnya. Dia mencoba memejamkan mata, mengistirahatkan raganya, tapi tidak dengan otaknya. Otaknya masih berpikir tentang hari esok. Hari seperti hari-hari biasa. Ya, seperti biasa.

Besok harus sampai di toko jam 06.15, lebih pagi dari biasa. Aduuh.. kenapa tiba-tiba barang datang membludak dari gudang hari ini, pas Rio dan Danang libur berbarengan. Berarti besok gua harus masak sebelum Subuh dan ibu udah diurusin sejak kelar masak. Hiduuuup... lu harus bantu gua yaak. Bismillah aja deh.
        

oleh @vtrial, 20 okt'13
17.31

Kamis, 17 Oktober 2013

Kumpulan Manusia dengan Satu Visi

Di antara kami tidak ada jurang curam dalam, tiada pula tembok besar penghalang, tak ditemukan jua ombak penghempas karang. Tidak!

Di tengah kami hanya visi serta mimpi, adapun secercah harap cemas keberhasilan, serta sewujud semangat dalam juang. Ya!

Ketika kumpulan manusia bersatu, memang tidak mudah merangkum pendapat untuk mendapat kata "sepakat" dengan cepat. Itulah gambaran umum kami, para pembelajar di SDIT Al-Kawaakib. Dalam banyak hal kami saling bersilang pendapat. Namun, itulah yang membuat kami kaya. Sebutlah di sekolah ini terbagi dua tim: tim pelaksana dan tim pengolah. Tim pengolah berfungsi menggodok konsep, mendiskusikan, menjadi otak pertama pelaksanaan, dan memfasilitasi kegiatan. Tim pelaksana berfungsi show up terhadap konsep-konsep tim pengolah, ujung tombak keberhasilan dapat dikatakan demikian. Lantas apakah tanpa rintangan kebersamaan kami? Tentu tidak.
         Cemburu pasti ada. Mungkin karena ada hal-hal yang tidak saling kami mengerti. Hal umum yang sering terdengar dikeluhkan adalah jam kehadiran dan tingkat "keletihan". Tim pelaksana kadang merasa berat terhadap jam yang superketat ditambah pula tugas membimbing para bintang dengan ekstra. Mungkin sempat berdesir di dalam hati sebagian orang dari tim pelaksana yang iri terhadap pekerjaan tim pengolah yang lebih ringan. Ini bukan suatu kesengajaan untuk berprasangka, hanya faktor keletihan yang kadang mengusik jiwa sampai terdesirlah kata-kata.
         Perbedaan adalah kekayaan kami. Lapang hati adalah kunci persatuan kami. Sampai saat ini, kesejahteraan umat menjadi mimpi kami untuk selalu kembali menata hati dalam berprasangka baik terhadap saudara-saudari kami. Kita hanya manusia yang memiliki kecenderungan untuk menguasai segala, hingga tanpa sadar sekali-kali kita dikuasai hawa nafsu pribadi.

Wallahu'alam


@ruang
_19 okt'13_ 08.55

Selasa, 15 Oktober 2013

Suara Hati Fanya (Fiksi Bersambung)

Benci aku dengan kehidupan. Hidup yang membawaku mengenal orang-orang pengumbar kebohongan. Jenuh. Jenuh berpura-pura peduli, itulah yang aku lakukan setiap hari. Ingin melangkah jauh pergi, tapi aku hanya mampu bergemul dengan harapan tanpa wujud. Mungkinkah aku beralih sadar untuk mendekap syukur serta pasrah terhadap keadaan saat ini? Jika tidak, entah kapan aku berhasil meloncati kenyataan menuju impian yang sangat ingin kucapai.

Fanya merebahkan diri sambil meletakkan kepalanya di atas rumput, bawah pohon. Saat raga jatuh terkulai ke tanah, pikirannya jauh mengangkasa.



oleh @vtrial, 15okt'13
20.43

Lengkap-sempurna

Pelengkap itu dapat dikatakan pula penyempurna. Jika dalam momen lebaran "harus" ada ketupat, pasti tidak lengkap tanpa ada sayurnya. Seumpama kendaraan bermotor, pasti tidak dapat bergerak tanpa bensin. Apabila dua hal tersebut tidak menyatu, bukan hanya kurang, melainkan tiada daya. Dalam materi pelajaran ekonomi tingkat SMP, terdapat istilah benda subsitusi dan komplementer. Pelengkap adalah benda komplementer. Perlu ditegaskan lagi, ini adalah sebuah pelengkap, bukan sekadar penghias.

@ruang
_15 okt'13_ 20.16

Minggu, 13 Oktober 2013

Maaf

Lisan ini banyak berkilah
   meski sadar diri penuh salah

Sungguh maksud hati ingin berbenah
   namun apatah semangat mudah goyah

Bila memang kata jadi sebab amarah pecah
     maaf nian jangan caci ini lidah

Semua paham jikalau dapat bersatu arah
    tentu tak kita kenal bahwa berbeda itu indah





@ruang
26 Jan'14_ 20.51

Selasa, 08 Oktober 2013

Hantaman Mental Sang Bintang

Akhirnya bintang itu bisa menangis pula. Dari sekian bintang laki-laki hanya dialah yang belum pernah terlihat menangis di galaksi Musa. Jika para bintang lainnya menangis karena ada "senggolan" fisik dengan bintang laki-laki lain, bintang satu ini berbeda. Usut punya usut dia menangis karena DISALAHKAN oleh salah satu bintang perempuan dalam suatu permainan yang bernama "kotak pos". Bukankah itu hal yang unik? Saat bintang lain sebagian besar menangis karena "hantaman" fisik, bintang ini menangis karena "hantaman" mental. "Hantaman" mental ini pun bukan diberikan oleh sang pendidik, melainkan oleh temannya sendiri. Memang mungkin begitulah warna bintang Azka.




@ruang
_9 Okt'13_ 05.43

Senin, 07 Oktober 2013

Sebuah Evaluasi Saja

Saya mengajar dua galaksi (baca:  kelas) hari ini dan di kedua galaksi itu pula ada seorang  bintang (baca:murid) yang menangis. Astaghfirullah. Ada apa pula ini? Di galaksi Musa bintang Hani yang menangis, sedangkan di galaksi Ibrahim yang menangis adalah bintang Naufal. Sungguh, saya tidak bermaksud buruk, terlebih lagi materi yang disampaikan adalah cara berdoa.
         Jika saya ambil benang merah, metode pengajaran saya mungkin yang belum cocok dengan kedua bintang tersebut. Saya membagi satu galaksi menjadi empat kumpulan lalu tiap kumpulan menebak pertanyaan dari saya, yah semacam kuis. Tentu saja dalam sebuah kuis ada yang menang dan kalah, dan ketika tim bintang Naufal sudah tertinggal jauh poinnya dari yang lain, menagislah dia. Sebutlah putus asa.
         Berbeda dengan yang dialami bintang Hani. Di galaksi Musa setiap bintang mengungkapkan jawaban secara individu, namun jika benar satu tim yang mendapatka poin. Saya baru menyadari bahwa di galaksi Musa, suara individu mewakili tim, sedangkan di galaki Ibrahim semua kolektif, disuarakan bersama. Kembali ke permasalahan bintang Hani, ternyata bintang Hani menangis karena ketika teman-teman di timnya dibantu oleh saya, sementara dia tidak. Astaghfirullah. Padahal saya tidak bermaksud membeda-bedakan. Saya selalu memperlakukan para bintang itu sama, sewajarnya. Namun, bagaimana pun saya pun seringkali lupa, khilaf. Semoga hal ini dapat menjadi pembelajaran bagi saya.
Aamiin.


@ruang
_7 okt'13_ 19.40

Minggu, 06 Oktober 2013

Hilangkan Sesal

Ketika tiada baru terasa...

Ungkapan itu adalah suatu hal yang dalam bahasa umumnya kita sebut penyesalan. Ketika dulu sering ketemu dimaki-maki, saat sudah berjauhan dicari-cari. Itulah manusia. Bunyinya mulut mencerca, tapi bunyinya hati mencinta.
        Boleh dikatakan manusia kebanyakan tidak bersyukur dan kurang jujur. Mungkin itu juga penyebab terjadinya penyesalan. Akan tetapi, bisa saja awalnya memang tidak sreg, karena dipaksakan dengan kondisi tersebut, akhirnya terbiasa, lalu merasa ada yang hilang. Tidak salah memang pepatah yang berbunyi ala bisa, karena biasa
        Inti dari semua itu adalah sebagai manusia yang terbatas ilmunya, kita harus jauhi sikap takabur dan sombong. Kita tidak patut mendahului takdir Allah. Oleh karena itu, jangan pernah berkata tidak bisa, benci, tidak cocok, dan kata-kata negatif lain. Cukup dijalankan dengan bismillah dan yakin kepada Allah. Nanti Allah yang bukakan jalan.

Sebenarnya menyesal atau tidaknya kita, terletak dari pikiran kita masing-masing. Yang menjadi titik tekan bukan penyesalan itu sendiri, melainkan cara kita menyikapi penyesalan. Sungguh, kitalah yang harus mengatur situasi pikiran dan perasaan kita agar tidak terperosok jatuh  dalam lubang penyesalan.
         Saat kita kehilangan orang yang kita cintai, misalnya salah satu anggota keluarga tutup usia, lalu kita menyesal belum memberikan yang terbaik, lantas bagaimana? Bagaimana cara "melampiaskan" rasa sesal sehingga berganti dengan keberkahan bagi orang tersebut dan bagi kita yang ditinggalkan. Sisi positif itu yang harus kita tanamkan. Rasa sedih dan kehilangan adalah hal yang wajar, itu pasti kita rasakan, tetapi putus asa atas rahmat Allah adalah kebodohan. Bukankah itu makna yang Allah sampaikan terkait, innalillahi wa inna 'ilaihi raaji'un.

wallahu'alam


@ruang
_6 okt'13_ 19.35

Sabtu, 05 Oktober 2013

Sepotong Daster

Entah kenapa ingin sekali menulis tentang sepotong daster. Daster batik yang baru saja kubeli disangka mirip nian dengan pakaian "emak-emak". Aku pun tidak terlalu menggubris karena memang aku menyukai pakaian ini (baca: daster). Tidak biasa aku menginginkan sebuah pakaian seperti saat aku menginginkan daster. Aku merasa harus sekali membeli segera.
        Pakaian ini tidaklah terlihat istimewa bila dipandang oleh manusia pada umumnya. Namun, aku membutuhkannya demi kenyamanan. Nyaman saat melepas lelah dan nyaman pula jika tiba-tiba harus bertemu "orang lain" ketika waktu malam. Coba kalau pakai piyama atau baju tidur two-pieces, bisa ribet pakai rok dll jika tamu datang malam-malam. Daster juga sedikit mengingatkanku arti rumah. Sederhana, nyaman, dan apa adanya. Setidaknya itulah pendapatku.

Mungkin cerita daster ini bukan sekadar kesukaan terhadap benda,melainkan tersirat makna lain yang ingin segera pula kucapai. Daster hanya "sarana" atas pemikiranku yang sederhana. Walau tidak sesederhana masa depan yang kelak kulalui.


@ruang
_5 okt'13_ 23.19

Banyak Jalan Untuk Berjuang

Senang rasanya membaca blog para pemuda-pemudi (teenagers) yang mampu menjadikan blognya sebagai catatan. Catatan training, catatan kuliah, catatan dauroh, catatan kajian, dan catatan lainnya yang diolah dengan runut dan ciamik sehingga pembaca  mendapat pembelajaran pula. Luar biasa!
         Seandainya saya pun dapat seperti itu pula sedari dulu. Ah.. bukan saatnya berandai-andai yah. Saya, anda, dan kita mampu untuk melakukan perubahan tanpa pengandaian. Terlambat itu bukan alasan untuk "angkat-tangan" tanda menyerah dan pasrah pada kenyataan serta merta. Allah Maha Mengetahui niat-niat yang kita usahakan untuk terealisasikan. Keinginan saya pun tidak hanya satu itu, banyak. Jadi, marilah bersungguh-sungguh dalam berjuang. Berjuang dengan cara yang kita kuasai: karya tulis, blog, gambar, organisasi, harta-benda, jiwa raga, dan lainnya. Berjuang untuk memantaskan diri sebagai umat terbaik-Nya.

Dimulai dari diri sendiri, dari yang terkecil, dan mulailah saat ini. Now or never. Bismillah.


@ruang
_5 okt'13_ 20.42

Jumat, 04 Oktober 2013

Semangkuk Kebersamaan

Hari itu adalah hari yang sudah direncanakan oleh kami. Ya, kami, keempat pendidik sekaligus pembelajar di SDIT Al Kawaakib. Hari itu tertulis di kalender adalah Kamis, bertanggal 4 Oktober 2013. Rencana kami adalah menyelesaikan tugas penilaian para bintang sebelum pengambilan rapor mid-semester. Lantas, kebersamaan itu bukan sekadar tugas "kenegaraan" bagi Kawaakib, melainkan tugas "kehidupan" bagi kami. Apa sebenarnya tugas "kehidupan" itu?

Saya mungkin tidak berlebihan menamai kebersamaan kami sebagai tugas "kehidupan" karena di hari itu tercecerlah banyak hikmah. Hikmah yang kami ambil dari kehidupan kami masing-masing yang pasti Allah berikan agar kami belajar. Belajar untuk menjalani kehidupan kami sebagai umat terbaik-Nya. Itulah tugas "kehidupan".

Dari kami berempat, terdapat satu orang pendidik yang membeberkan paling banyak hikmah dari kehidupannya, beliau saya sebut saja di sini ustadzah Yan. Beliau memang paling senior dalam pendidikan dan paling lama tinggal di bumi dibandingkan ketiga lainnya. Kisah beliau tentu tidak akan terpuaskan jika ditulis sekaligus saat ini. Semoga saya mampu berbagi di lembaran lain di kemudian hari, insya Allah. Saya hanya menulis sedikit inti hikmah yang beliau sampaikan, antara lain kebersamaan dengan Allah yang sangat penting, hal-hal seputar rumah tangga, dan keberhati-hatian terhadap nafsu yang dimiliki oleh laki-laki meskipun laki-laki itu sholeh.

Meskipun ustadzah Yan memaparkan banyak, tidak berarti ketiga lainnya hanya diam. Satu per satu bicara seputar hal serta hikmah yang dialaminya, tentu sambil berkutat dengan nilai sang bintang. Ustadzah Sin menceritakan hikmah yang masih terkait nafsu laki-laki, ustadzah Fik berkisah kegemarannya untuk "menerima" dan ke-"anti"-annya dalam menolak, kemudian saya yang tidak perlu dipanggil ustadzah bercuap sedikit tentang yang saya rasakan selama di Kawaakib. Dari cerita serta hikmah yang disampaikan oleh masing-masing kami, kemudian diwarnai tanggapan positif pula, saya merasa inilah ukhuwah. Tidak ada istilah "menggurui" dari kebersamaan itu, walaupun secara formal panggilan kami adalah guru. Sesama guru atau saya lebih suka istilah pendidik, kami saling terbuka menerima input-an hikmah dari sesama kami.

Semoga dengan sikap kami yang terbuka itu, dapat diteruskan oleh para bintang. Ternyata, kami berempat memang sengaja dikumpulkan oleh Allah untuk belajar. Ini adalah awalan, semoga langkah kebersamaan dan pembelajaran terus terukir karena Allah-lah tujuan kita.



@ruang
_5 okt'13_ 06. 03

Jumat, 13 September 2013

Kutipan dari Buku Jalan Cinta Para Pejuang

Entah kenapa aku senang sekali dengan untaian kata di bawah ini.

kecocokan jiwa memang tak selalu sama rumusnya
ada dua sungai besar yang bertemu dan bermuara di laut yang satu; itu kesamaan
ada panas dan dingin yang bertemu untuk mencapai kehangatan; itu keseimbangan
ada hujan lebat berjumpa tanah subur, lalu menumbuhkan taman; itu kegenapan

tapi satu hal tetap sama
mereka cocok karena bersama bertasbih memuji Allah seperti segala sesuatu yang ada di langit dan bumi, ruku' pada keagunganNya.

(Salim A. Fillah)

Selasa, 03 September 2013

Kawaakib the series (2)

Di antara bintang-bintang itu tiada yang sinarnya mengungguli sinar bintang lainnya. Setiap bintang memiliki ciri khas yang unik. Tiada yang sama persis karena bintang-bintang itu unik sebenar-benarnya. Begitu pula bintang di galaksi Musa, biarlah aku sebut begitu. Sinar di galaksi tersebut sungguh beragam serta tajam, tetapi indah tiada tandingan. Kompleks menjelaskan keindahan galaksi tersebut, bahkan aku pun tercengang saat pertama melihat.
     Dalam hitungan jam ada saja peristiwa "rusuh-ajaib" yang membuatku terheran. Kegemparan adalah keunikan galaksi tersebut. Bintang yang selalu bergejolak untuk saat ini ada tiga: Fattah, Royhan, Abdan. Ketiga bintang itu indah dan akan lebih indah lagi pada waktunya.

@kawaakib
3 Sept'13_ 14.38

Senin, 02 September 2013

Bimbang

Saat pikiran banyak bercabang
Pilihan-pilihan pun kian membentang
Di saat keharusan dan keikhlasan berperang,
Sederhanakanlah hati dengan sabar serta juang
Memang jalan kebaikan ini sungguh panjang
Pastikan diri tercatat sebagai pemenang
Allah ingin kelak di antara kita dan wajah-Nya tiada penghalang

Bismillah.. Aamiin


@ruang
2 Sept'13, 17.55

Sabtu, 24 Agustus 2013

Kawaakib the Serie Perdana

Alhamdulillah empat hari bersama anak-anak bintang (Kawaakib) menghadirkan kesan tersendiri. Kesan pertama pasti luar biasa SEMANGAT. Anak berusia rata-rata enam tahun tersebut bukan main lincah dan tak kenal lelah. Sebelum, ketika, dan setelah belajar senang berlarian, di kelas iya, di lapangan pun iya, dahsyat subhanallah. Akan tetapi, mereka pun tetap senang belajar, serta pandai. Jumlah keseluruhan bintang ini adalah 38. Semuanya sama-sama terang, hanya dibedakan oleh warna.

Bintang tersebut dibagi dua kubu. Kubu pertama adalah bintang Musa, terdiri atas 18 bintang: Abdan, Azka, Arkan, Faiz, Faqih, Fattah, Fathur, Fikri, Royhan, Syahmi, Alifa, Alyssa, Dhila, Hani, Naura, Tsabitha, Tifa, dan Najla.
Kubu kedua adalah bintang Ibrahim, terdiri atas 18 bintang: Rifqi, Faiz, Naufal, Ozi, Farras, Aqif, Abenta, Fatih, Randa, Jilan, Moza, Aisyah, Sayyida, Sofie, Rani, Khonsa, Sasha, dan Gustin.

Jika bersama mereka itu tidak bisa marah, tidak juga merasa jenuh, walaupun pasti sedikit pusing, tidak masalah. Kekanak-kanakkan mereka harus tetap terjaga agar jiwa keingintahuan mereka yang hiper-membuncah serta hiperaktif dicukupkan di waktu sekolah dasar. Allahlah yang menjaga mereka, kita hanya berusaha mngarahkan agar kita pun dapat belajar banyak dari mereka.

@ruang
24Agust'13

Jumat, 16 Agustus 2013

Qur'an Untuk Bangsa

Seorang ustazah, pengisi sebuah halaqah Qur'an, hendak menutup pertemuan hari itu*. Beliau menyampaikan secercah doa sekaligus motivasi bagi murid-muridnya tentang keutamaan penghapal Qur'an. Dalam redaksional berbeda, tapi bermakna sama, beliau berkata,

"Semoga kita dapat menjadi ahlullah, menyelesaikan hapalan kita, me-muroja'ah, serta menjaganya supaya bangsa kita jadi lebih baik. Dengan banyaknya penghapal Qur'an, Allah selalu memberi banyak keberkahan pada bangsa kita, itu janji Allah. Insya Allah, dengan hal itu kita menjadi salah satu penolong bangsa ini."

Deg. Memang telah terpapar banyak keutamaan menghapal Qur'an, tetapi untuk sampai ke bagian "bangsa" sungguh luar biasa istimewa dan mulia cita-cita itu. Apalagi jika kita, terutama saya, bercermin pada keegoisan diri sendiri, khususnya dalam beramal makruf. Astaghfirullah.
Mari bersungguh dalam berjuang, berjuang secara jama'i untuk bangsa ini.

*Dalam pertemuan hari ini, setelah semua murid telah setoran hapalan, seorang ummi bercerita tentang pengalamannya selama 5 tahun di Mesir. Kondisi masyarakat di sana yang selalu melantunkan Qur'an di setiap tempat, dalam berbagai kondisi. Subhanallah.


@ruang
_17agust'13

Sabtu, 10 Agustus 2013

Langkah

Melangkah mungkin bukan perkara luar biasa
Namun, itu menjadi satu bukti bahwa kita ada
Satu jejak tak sekadar buih tanpa makna
Jika selalu tertanam semangat juang istimewa

Biarkan kicauan suara meracau hina
Hiraukan teriakan memekik mengegerkan telinga
Cukup satu sikap yang dijaga: BERTAHAN sampai waktunya tiba

@Depok
_110813

Rabu, 07 Agustus 2013

Perpisahan Ramadhan 1434 H

Ada yang belum kering air matanya menangisi kepergian Ramadhan

: Pintu-pintu, sajadah, jendela, dan pelataran masjid.


1 Syawal1434
@ruang

Minggu, 28 Juli 2013

Muhasabah Kejadian Mesir

Bulan ini sungguh menjadi bulan cobaan bagi saudara muslimin di Mesir. Presiden yang menang karena suara rakyat harus dikudeta atas nama militer. Entah konspirasi apalagi di balik segala kejadian ini. Namun, saya lantas berpikir, pasti ada sesuatu yang ingin Allah sampaikan. Sesuatu yang bukan hanya satu tanpa makna, melainkan luas akan hikmah.

Mesir. Saat mendengar satu kata itu saja terucap, kita langsung mengingat Islam, serta teringat pula oleh Qur'an dan pendidikan. Ya, Mesir terkenal dengan sebagian besar rakyat yang dalam kesehariannya senantiasa bersama Qur'an. Sungguh pasti Allah mencintai manusia yang cinta terhadap Qur'an. Tidak heran Allah memberi "peluang" lebih besar terhadap manusia yang dicintai-Nya untuk menunjukkan bukti kecintaan kepada-Nya melalui ujian yang layak. Ujian yang membuat manusia tersebut lebih dekat pada-Nya.

Lantas, bagaimana dengan diri kita sebagai rakyat Indonesia? Mungkin cobaan yang Allah berikan kepada kita belum sampai tahap sana. Jangan tanya mengapa, jika dalam mendoakan saudara kita pun, kita masih gagap mengutarakannya kepada Allah. Lalu harus apa? Jangan lagi banyak berkata tanpa kerja selain melayakkan diri sebagai salah satu manusia yang Allah cinta. Sesungguhnya terpaan badai adalah uji kekokohan terhadap atap dan pondasi sebuah bangunan.

Mari berinstropeksi, melayakkan diri, dan selalu teguh di jalan Illahi.

#pray for all muslimin in this world

@ruang_28 Juli'13
22.33

Selasa, 23 Juli 2013

Tentang Mimpi (lagi?)

Dua hari yang lalu, seorang teman menyinggung seputar mimpi (baca: harapan) di sebuah grup sosial media. Kami menyebutnya mimpi bersama di kala kuliah, terutama ketika skripsi. Saya hanya tertegun, antara mengiyakan dan mempertanyakan. Dalam hal ini saya tidak mempermasalahkan tentang kesanggupan karena semua hal positif memang selayaknya kita sanggupkan. Akan tetapi, satu hal yang mengganjal: benarkah mimpi di kala kuliah itu adalah suatu yang benar untuk dipertahankan hingga nanti?

Hampir setahun saya mengecap dunia profesional atau karier menjadikan mata dan hati lebih terbuka. Dari sanalah saya mengenal lebih banyak sudut pandang dalam memilih, kemudian menilai dan selanjutnya menentukan langkah. Bukan hanya itu, kejujuran dan toleransi pun semakin terasah. Jika begitu, masih layakkah saya mempertahankan mimpi di kala kuliah? Pertanyaan ini pun mnggantung di "keraguan" jiwa.

Tulisan ini bukan ingin menjawab keraguan saya, melainkan mempermainkan pikiran saya perihal mimpi. Mungkin saya sedang tidak mencari jawaban, tetapi sedang berusaha menemukan kesungguhan. Kali ini saya tidak boleh salah dalam mengungkap sekecil apa pun sebuah harapan. Segalanya harus dengan kesungguhan penuh. Mengapa? Karena saya tahu Allah Maha Mendengar sebisik-bisiknya sebuah mimpi dan harap.

Sekarang, izinkan hamba menemukan kesungguhan untuk menuju-Mu, Rabb. Sebaik-baiknya cara untuk menuju-Nya, itulah satu mimpi yang pasti memiliki banyak jalan. Lalu peta manakah yang harus saya pakai agar jalan yang saya ambil tidak buntu serta tepat tujuan? Wallahu'alam

@ruang_ 23Juli'13

Jumat, 19 Juli 2013

Sesosok Teman Berjalan (NK_1)

Dia orang yang mengajariku sebuah perjuangan. Melankolis dan penuh drama sinetron kehidupannya, sungguh tidak kusangka bahwa itu nyata. Dia adalah gadis keturunan Jawa yang merantau ke pulau Sumatra, kemudian mencari nafkah ke Jakarta.

Kerasnya hidup membuat dia harus mandiri meskipun halus perasaannya. Gesit, terampil, dan anti noda menjadi ciri bagi dirinya. Entah berapa puluh ungkapan sayang dia lontarkan untukku, tapi aku? Bahkan aku sulit menghitung berapa banyak rasa sayang yang tidak mampu kuucapkan untuk dia.

Jarak akhirnya memisahkan raga di antara kami. Semoga jiwa tetap saling berdoa dalam sepi. Harapku rasa sayang itu selalu terpatri di hati.


@ruang
190713, nure sayang

Minggu, 07 Juli 2013

Malam Terakhir

Perlu sekali ditulis. Hari ini, Minggu, tanggal 7 Juli 2013, saya Fitri Apriliani Lestari melewati jaga apotek shift malam sendiri. Yuhuu.. Akhirnya selepas dikasih tambahan karyawan bertubi-tubi sejak tanggal 25 Juni, saya jaga sendiri lagi malam-malam. Ini kali terakhir, bung. Entah harus sedih atau senang atas hal tersebut.

Mulai besok-besok shift malam minimal berdua. Shift pagi pun berdua, kecuali ada yang libur. Maklum jumlah personel sekarang ada empat, jadi pas berdua-dua. Senangkah? Tentu, terlebih lagi beberapa hari lagi Ramadhan, setidaknya bisa lebih fokus ibadah. Tidak fokus-fokus amat sih secara ada dua kerjaan: apotek dan sekolah. Bismillah. Dengan niat yang sungguh-sungguh karena Allah semua bisa berjalan lancar dan berkah.

Pada malam terakhir ini, saya harusnya mempersembahkan wujud syukur sedalam-dalamnya.

Kamis, 27 Juni 2013

Pengakuan Bebas

Komentar saya setelah membaca ulang hal-hal yang tertulis di blog ini: "alay! Siapa sih yang nulis?" Padahal diri saya sendiri yang bertanggung jawab atas segala tulisan di blog ini. Berarti apakah saya alay? Mungkin.

Bagaimana pun prinsip penulisan saya jelas, menulis jujur tanpa terikat. Apa pun itu jenis ikatannya. Bagi saya biarlah tulisan ini terbuka, terjamah oleh semua makna, tanpa malu untuk salah. Saya pun sadar setiap perbuatan kecil kelak ada perhitunngannya. Lalu siapa yang mampu menilai setiap sudut sesempit itu? Hanya Allah. Bahkan penulis pun tak kuasa.

Setiap tulisan dapat dimaknai berbeda dalam situasi pembacaan yang berbeda pula. Begitu pula yang terjadi dalam tulisan di dalam blog ini. Saya, selaku penulis sekaligus pembaca utama blog ini pun, merasa terbengong atau tersipu saat membaca ulang. Tiada apalah, karena bagi saya menulis itu pencatatan kejujuran. Kejujuran atau setidaknya kemampuan untuk berkata jujur walau bersifat "kabur".

Kejujuran yang seperti apa saya pun tidak mampu menjawab. Sungguh karena saya hanya banyak berperan sebagai prmbaca utama. Itu saja, dan selanjutnya terserah Anda.


Wallahu'alam
280613_@ruang

Syair Hampir Tengah Malam

Di kala malam kian menutup cahaya
Masih saja mata ini betah terbuka

Bukan karena ada suatu hal yang disengaja,
Tidak pula terserang penyakit insomnia,
Segala pekerjaan dan tugas pun telah selesai juga.

Lantas, apa sebab diri ini tetap terjaga?

Mencari, mencari amal apa yang membuat diri masuk surga.
Ternyata, tiada.

Sungguh, tak berguna segala amal tanpa rahmat dan ridho-Nya.


_270613@ruang

Selasa, 25 Juni 2013

Hilang

Aku yakin sudah waktunya berhenti.
Dia pun telah menyadari setiap detik tiada lagi berarti.

Apa beda berakhir sekarang atau nanti?
Pentingkah untuk mengulur waktu yang  enggan menanti?

Aku dan dia sudah terkungkung dalam sepi.
Hingga enyah segala kata kecuali: pergi!


250613_@apotek

Jumat, 17 Mei 2013

Bulan-bulan Terakhir

Sebentar lagi semua berakhir kan?
Aku seperti tak bisa menahan gejolak.. gejolak menjadi apa yang dicinta.

Terima kasih atas segala penerimaan dan pemberianmu selama ini, tapi ingin sekali kucepat berlari, pergi. Meraih kembali semua mimpi.

Sebentar lagi, biar aku saja yang rutin menghitung hari.

_17 Mei 2013@apotek

Minggu, 05 Mei 2013

Sharing grooming

"Ya, saya seorang muslimah, berjilbab, dan berbeda."

Ada apa dengan sebaris kalimat tersebut? Sebut saja sebuah komitmen ulang atau penegasan. Sebuah ungkapan pembela. Pembela diri dari segala betuk kemaksiatan dan kenistaan yang orang kafir hembuskan terhadap para muslimah.

Ungkapan ini terinspirasi dari sebuah memo yang baru saya baca. Memo yang berisi peraturan baru perusahaan tentang grooming. Saya sadar betul bekerja di perusahaan retail yang mengharuskan karyawannya berinteraksi langsung dengan customer ,para karyawan wajib menjaga penampilan sebaik mungkin. Namun, bagi saya, ada beberapa poin tentang grooming yang berlebihan dan tidak sesuai bagi muslimah "yang berbeda".

Masalah seragam. Sejak masuk ke dalam perusahaan, kami hanya mendapat seragam ala dokter berwarna putih. Untuk muslimah tidak diberikan jilbab berwarna khusus sebagai seragam. Jadi, untuk apa tiba-tiba ada peraturan yang mengharuskan jilbab berwarna putih serta harus memasukkan ujung jilbab ke dalam kemeja. Memasukkan ujung jilbab ke dalam kemeja= memasukkan jilbab ke dalam pakaian, betul demikian?

Hal berikutnya adalah tidak disarankan menggunakan rok panjang karena dapat mengganggu pekejaan. Haaah? Apakah sudah dilakukan survey terhadap hal tersebut. Jika ranah pekerjaan yang bersangkutan adalah polwan lalu lintas atau tentara militer wanita mungkin memang bisa mengganggu. Akan tetapi, pekerjaan di apotek yang seperti apa yang dapat mengganggu jika memakai rok panjang?

Sabtu, 04 Mei 2013

Percikan di Sebuah Masjid

Sepasang sepatu ungu itu hanya sendiri. Ditinggalkan kawan-kawannya yang baru saja pergi. Pasrah ia menahan gempuran panas matahari tanpa teman bicara. Dia tahu yang menyelamatkannya dari kesendiriannya adalah seruan azan Zuhur. Menantilah ia dengan sabarnya.

050513_Masjid At Taqwa

Jumat, 03 Mei 2013

Kisah Fitri di Apotek

Agak alay banget memang judul postingan ini. Maksud hati ingin serupa judul lagu chrisye: Kisah Kasih di Sekolah. Tapi apa daya, nama dan tempat harus disamarkan, hehehe.

Banyak kisah yang saya dapat dari pekerjaan yang sangat "wow" ini. Maklum, ranah pendidikan saya tidak sejalan dengan pekerjaan sekarang. Yang tadinya terdidik "absurd" di kampus, di kerjaan harus seriurd, eh, serius maksudnya. Oleh karena itu, terjadilah banyak kebodohan sederhana yang saya buat di apotek. Kenapa saya sebut kebodohan sederhana? Karena tidak sampai merugikan orang lain, paling saya yang diomel-omelin dikit atau diketawain.

Hal yang umumnya terjadi dan sering sekali adalah salah dengar nama obat. Ini wajar seharusnya, karena pengetahuan saya tentang obat-obatan minim, banget! Bukan hanya itu, jumlah obat yang banyak tentu saja membuat diri ini kerepotan menghapalnya. Waktu saya baru masuk beberapa hari, ada customer yang mencari lacbon (obat diare), eh, saya dengarnya lakban (perekat) terus saya ulang ke bapaknya begini, "Lakban? Ga ada, Pak, coba cari di Indomaret."

Tentu saja si bapak ngomong lebih keras sambil ketawa, "Lacbon mba, bukan lakban."'

Hahaay. Ya sudah pasrah diketawain seisi apotek. Teman saya sampai geli sendiri.

Tidak aneh jika baru masuk masih salah. Nah, tapi, ketika sudah berbulan-bulan kerja di apotek saya masih saja salah-salah dengar, eemm.. Sepertinya memang pendengaran saya perlu perhatian lebih (mau bilang bolot aja disebut butuh perhatian lebih, hehe). Contoh kebolotan saya terjadi hari ini, baru saja, Ibu-ibu datang menyebut nama sebuah obat yang sependengaran saya adalah Tremenza. Tremenza memang tergolong obat batuk tingkat "dewa" yang sudah lama kosong. Langsung saja saya bilang, "Obatnya kosong, Bu."

Lalu si ibu ingin cek harganya. Ya sudah saya cari sambil ngomong, "Kalo tremenza itu,..."

Nah, si ibu langsung menyela dan bilang, "Promensil, mba, bukan yang mba sebut." Ibunya pun memperlihatkan resepnya ke saya. Astaghfirullah. Kuping saya lagi ngelaba kemana tadi, dari promensil kok jadi tremenza. >_<


4 Mei'13_di apotek

Jumat, 19 April 2013

Sabtu, 06 April 2013

HABITS

Hari ini saya memang berencana beli buku tentang pengembangan karakter di Gramedia, lebih khususnya mengenai karakter anak. Dari beberapa hari yang lalu saya sudah tahu buku apa yang harus saya beli, tapi ternyata tidak ketemu dan saya malah asyik numpang baca buku judul lain. Buku itu masih berhubungan dengan karakter atau sebutlah habits. Saya lupa judul bukunya, tapi penulis buku tersebut bernama Felix Siauw. Mungkin nama itu memang tidak asing lagi, bahkan beberapa teman saya pun menggandrungi beliau. Jadi, saya tidak perlu berpanjang kata mengenai latar belakang tokoh penulis tersebut.

Ada beberapa inti pokok tentang habits yang ingin saya kemukan dari pembacaan gratisan buku penuh makna tersebut. Yang paling teringat di kepala saya adalah dua kata kunci penting: exercise & repeating. Ya, untuk membentuk habits maka berlatihlah kemudian diulang terus-menerus. Dengan begitu akan terbentuklah "diri kita" yang baru.

Segala sesuatu yang baru kita mulai pasti terasa asing, terasa berat, seolah dengan mudah kita menyerah dan berkata tidak mampu. Terlebih lagi yang ingin kita bentuk adalah habits positif, pasti semakin banyak ujian yang tak lelah menghadang. Lantas bagaimana cara kita untuk bertahan dan terus memperjuangkan habits baru itu?
Tidak ada cara lain selain tetap mengerjakan latihan dan pengulangan tersebut sampai alam tak sadar kita yang mengambil alih tugas, walau dalam keadaan terpaksa sekali pun. Contoh mudah adalah solat. Ketika sedari kecil kita disuruh secara paksa untuk solat dan hal itu dilakukan setiap hari oleh orang tua kita, maka apa yang terjadi dengan kita setelah beranjak dewasa? Ya, akhirnya kita terbiasa untuk melakukan solat, tanpa harus lagi diteriaki orang tua.

Di dalam bukunya, Felix Siauw memaparkan cara untuk "meneguhkan" komitmen kita untuk membentuk habits. Hal yang paling dasar adalah senantiasa menanyakan kepada diri kita sendiri mengenai 3 hal dalam hidup ini: What, Why, How.
Selanjutnya tuliskan keinginan "habits" kita dan jangan menargetkan terlalu tinggi, karena kita akan cepat lelah atau bosan. Ingat, kita akan melakukan pengulangan. Felix Siauw menetapkan waktu 30 hari untuk melakukan pengulangan.

Sekian saja, saatnya take action!


_di apotek kala hujan_060413

Kamis, 04 April 2013

TENTANG SAYA VERSI 2

Saya sejak lama tak mengintip blog ini. Sampai lupa percikan kata apa yang sudah saya buat di sini. Ternyata begitu cepat putaran waktu berganti. Meninggalkan seonggok saya yang lama.

Hal terlucu yang ternyata masih tertulis di blog ini ada di bagian "tentang saya". Sekarang saya bukan lagi mahasiswa FIB UI karena sudah lama lulus. Bukan lagi seorang yang sering bolak-balik ke sekolah, walaupun pengen. Namun, saya yang sekarang masih ada kesamaan dengan yang dulu: rapuh!

Meskipun rapuh, harus tetap bermimpi selalu. Rapuh tak selamanya rela terjatuh sampai waktu terus menjauh.

Saya hari ini penuh dualisme. Tidak masalah karena ada yang akan selalu satu. Sang Maha yang tidak pernah berubah: selalu memberi yang dibutuhkan oleh hamba-Nya.


_040413

SEPI

Sudah berapa kali pintu itu diketuk
Berulang, bertubi-tubi

Namun, masih saja sama
Tiada gerak yang hendak siap membuka
Begitu kosongkah?
Atau setidakpedulikah?

_040413